DECEMBER 9, 2022
Kolom

Menyelamatkan Ekosistem Bekas Tambang dengan Rehabilitasi Holistik

image
Reklamasi lahan pertambangan nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya, Sabtu, 7 Juni 2025. ANTARA/Putu Indah Savitri/aa.

Biochar dari limbah pertanian telah terbukti meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan mereduksi toksisitas logam, ini salahnya telah dibuktikan pada percobaan di Kalimantan dan Sulawesi.

Salah satu pendekatan yang terbukti efektif di sejumlah lokasi adalah kombinasi antara penanaman alga tanah, lumut, tanaman penutup tanah, tanaman pionir penyerap logam berat termasuk pemanfaatan mikoriza.

Mikoriza membantu akar tanaman menyerap unsur hara dan mengurangi toksisitas logam berat. Penggunaan mikoriza arbuskular pada tanah bekas tambang nikel dapat meningkatkan kandungan karbon organik hingga 2,5 kali lipat dalam dua tahun.

Baca Juga: Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara Gandeng Perusahaan Tambang Sukseskan Makan Bergizi Gratis

Di sisi lain, tanaman lokal seperti Calliandra, Albizia, dan bahkan sagu dapat menjadi bagian dari strategi revegetasi jangka panjang yang berkelanjutan. Tanaman-tanaman ini memiliki nilai ekologis sekaligus ekonomi, sehingga mampu memberikan manfaat ganda bagi masyarakat sekitar.

Namun, persoalan pemulihan tanah bekas tambang tidak berhenti pada aspek teknis. Yang juga genting adalah memastikan bahwa proses rehabilitasi ini tidak berlangsung eksklusif, melainkan inklusif bersama-sama masyarakat setempat.

Masyarakat adat di sekitar lahan telah hidup berdampingan dengan alam selama berabad-abad. Mereka memahami irama tanah dan tahu bagaimana menumbuhkan kembali kehidupan dari keterpurukan.

Baca Juga: Terkait Banjir dan Longsor, Polres Sukabumi Panggil Tiga Perusahaan Tambang di Selatan Sukabumi

Sayangnya, banyak program reklamasi justru mengesampingkan mereka. Pendekatan yang hanya berbasis kontraktor dan teknokrat tanpa keterlibatan komunitas lokal cenderung gagal dalam jangka panjang.

Kearifan lokal

Inilah saatnya menjadikan masyarakat sebagai aktor utama dalam konservasi dan rehabilitasi. Keterlibatan mereka bukan hanya demi keberlanjutan proyek, tetapi juga sebagai pengakuan terhadap hak dan kearifan lokal.

Baca Juga: Industri Tambang 2024, Ormas Agama Kelola Batu Bara, Hingga Optimalisasi Migas Indonesia

Lahan yang dikelola dengan model kolaboratif antara masyarakat, LSM, dan pemerintah menunjukkan tingkat keberhasilan revegetasi dua kali lebih tinggi dibanding model top-down sepihak.

Halaman:

Berita Terkait