DECEMBER 9, 2022
Kolom

Menyambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025: Saat Plastik Bertemu AI

image
Ilustrasi plastik yang merusak lingkungan (Foto: Istimewa)

Oleh Gunawan Trihantoro*

ORBITINDONESIA.COM - Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 mengangkat tema yang mendesak sekaligus menjanjikan, mengakhiri polusi plastik. Dunia sepakat, plastik bukan lagi solusi, melainkan krisis yang harus ditangani dengan visi dan inovasi.

Kabar baiknya, kita hidup di era kecerdasan buatan, di mana kemampuan manusia didorong melampaui batas oleh algoritma dan data. Tapi apakah AI akan menjadi sekutu alam atau justru musuh baru dalam baju kemewahan teknologi?

Baca Juga: Praktisi Industri Plastik Ini Pastikan Galon Polikarbonat Aman Digunakan untuk AMDK

Plastik telah menjelma menjadi simbol kontradiksi modernitas yang mudah, murah, dan merusak. Kita mencintainya karena kenyamanan, tapi membencinya karena jejak panjang kerusakan yang ditinggalkan di laut, tanah, dan tubuh manusia.

Kita harus jujur, selama ini kita hanya “mengelola” plastik, bukan menghentikannya. Kita mendaur ulang sebagian kecilnya, sementara sisanya mengendap di dasar ekosistem. Kita menunggu solusi ajaib, padahal kita sendiri yang menciptakan masalahnya.

Di sinilah AI hadir bukan sebagai penyihir, tetapi sebagai alat reflektif. Dengan AI, kita bisa memetakan jejak plastik secara real time, merancang bahan pengganti yang ramah lingkungan, bahkan memprediksi dampak jangka panjang dari pola konsumsi kita.

Baca Juga: Apapun Jenis Plastiknya, Konsumen Tetap Memilih Galon Guna Ulang untuk Air Minum Dalam Kemasan

Bayangkan robot pemilah sampah di TPS, yang dengan akurasi tinggi mampu membedakan plastik PET dari PVC. Atau model AI yang menganalisis tren pasar untuk mengurangi produksi kemasan sekali pakai. Ini bukan masa depan, ini sedang terjadi.

Namun, teknologi tanpa kesadaran adalah kekosongan. Kita tidak bisa menyerahkan tanggung jawab penuh pada mesin. AI tak bisa menggantikan empati, tanggung jawab, dan kesadaran kolektif. Ia hanya memperbesar niat baik atau buruk kita.

Maka perubahan harus dimulai dari hulu: dari hati yang peduli, pikiran yang sadar, dan kebijakan yang berpihak pada masa depan. Pendidikan harus menanamkan cinta lingkungan sejak dini, bukan sekadar teori, tapi melalui praktik dan keteladanan.

Baca Juga: Biar Adil, Penggunaan Semua Kemasan Plastik Harus Dilarang di Bali

Lalu bagaimana peran kita sebagai individu di era AI ini? Kita harus menjadi "manusia pembelajar" yang menggunakan teknologi untuk memperkuat gerakan lingkungan. Mengunduh aplikasi pelacak jejak karbon, memilih produk berlabel hijau, atau ikut kampanye digital.

Halaman:

Berita Terkait