Ir. Wisnu Salman: Pertambangan Nikel, Mobil Listrik, dan Pencemaran Lingkungan
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Selasa, 07 November 2023 10:32 WIB
Oleh: Ir. Wisnu Salman
Alumnus ITB/Konsultan Pertambangan/CEO PT Geo Mining Berkah
ORBITINDONESIA.COM - Dunia pertambangan nikel redup. Nikel tidak hanya turun harganya di London Metal Exchange. Tapi juga terbukti menimbulkan pencemaran lingkungan yang dahsyat.
Di sisi lain, nikel yang digadang-gadang Presiden Jokowi jadi bahan baku utama baterai untuk mobil listrik -- sehingga Indonesia akan menjadi pusat industri baterai dunia -- ternyata popularitasnya makin redup. Kenapa?
Produsen mobil listrik dunia, kini banyak yang beralih memakal baterai berbasis lithium ferro-phosphate (LFP) yang tidak lagi memerlukan nikel. Baterai LFP dipilih karena lebih ekonomis.
Baca Juga: Bukti FIFA Hargai Kebebasan Berekspresi, Bendera Palestina Boleh Berkibar di Stadion
Pabrik mobil listrik terbesar dunia -- Tesla dan Volkswagen misalnya, kini sudah memakai baterai LFP. Bahkan untuk model mobil listrik termurah mereka, yang volume penjualannya sangat besar. Inovasi dan kemajuan teknologi itu tersebut, jelas akan menyingkirkan popularitas nikel.
Dampaknya, harga komoditas nikel yang digadang gadang menjadi primadona Indonesia, jeblok di pasar global. Sepanjang 2023, misalnya, harga nikel telah anjlok 39,29 persen. Pada penutupan perdagangan Rabu 25 Oktober lalu, harga nikel di London Metal Exchange berada di level 18,243,50 perton.
Penurunan harga nikel terlihat sangat tajam. Ke depan, jika tak ada inovasi teknologi baterai berbasis nikel yang bisa menyaingi efisiensi baterai FLP, masa depan nikel bisa muram. Nikel kelak hanya dipakai untuk instrumen asesoris di kendaraan bermotor yang harganya murah.
Indonesia tercatat sebagai negeri yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Posisinya sama dengan Australia, masing-masing menyumbang 21 persen dari total cadangan nikel dunia.
Baca Juga: Bantuan Indonesia Tiba di Kairo, Bulan Sabit Merah Mesir Ucapkan Terima kasih