Catatan Denny JA: Kisah Nabi Ibrahim dan Rockefeller yang Sayang Anak, Sebuah Renungan Iduladha
- Penulis : Krista Riyanto
- Jumat, 06 Juni 2025 08:15 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Membaca 38 surat yang ditulis John D. Rockefeller kepada putranya, saya terdiam lama. Sebagai manusia terkaya di zamannya, Rockefeller bisa saja mewariskan istana, tambang minyak, dan saham raksasa.
Namun ia memilih meninggalkan sesuatu yang lebih dalam, lebih hening, dan jauh lebih langgeng: nilai hidup.
Surat-surat itu tak hanya bicara soal etika bisnis. Ia bicara tentang menjadi manusia, menjadi ayah, dan tentang cinta yang berani memilih kebenaran.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Elon Musk Akhirnya Meninggalkan Donald Trump
Dan di benak saya, surat-surat Rockefeller itu bergema bersama kisah abadi seorang nabi: kisah Nabi Ibrahim.
Suatu malam, di padang tandus Masy’aril Haram, seorang ayah terbangun dari tidur dengan dada yang bergemuruh. Ia bermimpi bahwa Tuhan memintanya untuk menyembelih putranya sendiri—Ismail, (Ishak, versi Kristen).
Ini anak yang lama ia tunggu, darah dagingnya, belahan jiwanya.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Kecerdasan Spiritual Pun Menjadi Kecerdasan Terpenting
Di pagi hari, dengan suara gemetar dan mata yang basah, Ibrahim memanggil putranya dan berkata:
“Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah, bagaimana pendapatmu?”
Dan Ismail, dengan kebeningan yang hanya mungkin dimiliki oleh anak seorang nabi, menjawab:
Baca Juga: Catatan Denny JA: Pembantaian di Final Liga Champions Eropa 2025 dan Filosofi Baru Sepak Bola
“Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”