Melampaui Produk Domestik Bruto, Mencari Indikator Kesejahteraan Sejati
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Senin, 02 Juni 2025 08:15 WIB
.jpeg)
Dalam dunia yang kompleks dan saling berhubungan, tidak ada satu indikator yang bisa menjelaskan seluruh wajah kemajuan. Oleh karena itu, banyak negara mulai merancang dashboard kesejahteraan yang merupakan kombinasi indikator ekonomi, sosial, dan lingkungan sebagai panduan kebijakan.
Indonesia juga dapat merancang Indeks Kemajuan Nasional versi lokal, yang memadukan IPM, SPI, GPI, dan indikator lingkungan seperti indeks kualitas udara dan tutupan hutan. Dashboard ini bisa dijadikan acuan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), APBN, dan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) ke daerah.
Pergeseran dari PDB ke indikator kesejahteraan bukan sekadar teknis statistik, tapi mencerminkan perubahan paradigma. Kita tidak lagi mengejar pertumbuhan demi pertumbuhan, melainkan kemajuan yang bermakna bagi manusia dan lingkungan. Ini sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan dan cita-cita UUD 1945 untuk "mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."
Baca Juga: Taufan Hunneman: Aktualisasi Ekonomi Pancasila dan Kesejahteraan Rakyat
Indonesia memiliki kesempatan besar untuk menjadi pelopor di Asia Tenggara dalam mengadopsi pendekatan baru ini. Langkah awal bisa dimulai dari penyusunan dashboard kesejahteraan nasional, peningkatan kapasitas BPS dalam pengumpulan data sosial-ekologis, dan integrasi indikator alternatif dalam perencanaan daerah.
Implikasi Kebijakan
Berdasarkan pemahaman atas keterbatasan PDB, beberapa langkah kebijakan yang bisa dipertimbangkan pemerintah Indonesia di antaranya dengan Menyusun Indeks Kesejahteraan Nasional Terpadu. Pemerintah dapat mengembangkan indeks kesejahteraan nasional yang menggabungkan IPM, GPI, dan indeks lingkungan hidup. Bappenas dan BPS dapat memimpin inisiatif ini, dengan masukan dari akademisi dan masyarakat sipil.
Kedua, Menjadikan Kesejahteraan Sosial sebagai Sasaran Utama RPJMN. Daripada menargetkan pertumbuhan PDB tahunan semata, RPJMN dan APBN harus menekankan peningkatan kualitas hidup warga. Ini mencakup akses layanan dasar, pengurangan ketimpangan, serta perlindungan lingkungan.
Ketiga, Penerapan Pajak Lingkungan dan Redistribusi Kekayaan. Untuk membatasi aktivitas yang merusak, Indonesia perlu memperkuat pajak karbon dan pajak kekayaan. Hasilnya bisa digunakan untuk mendanai layanan kesehatan, pendidikan, dan program pengentasan kemiskinan.
Keempat, Reformasi Statistik dan Transparansi Data. Perluasan indikator pembangunan memerlukan reformasi statistik nasional. BPS perlu mempublikasikan data lingkungan, ketimpangan waktu nyata, dan kesejahteraan sosial secara lebih terbuka dan terintegrasi.
Baca Juga: Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad Minta DPD Tetap Fokus Memajukan Kesejahteraan Daerah
Mengandalkan PDB sebagai satu-satunya tolok ukur kemajuan ekonomi adalah pendekatan yang tidak hanya terbatas, tetapi juga berpotensi menyesatkan. Di tengah krisis iklim, ketimpangan sosial, dan tantangan demokrasi, Indonesia harus meredefinisi arti kemajuan. PDB tetap penting, tetapi bukan satu-satunya tujuan.