Catatan Denny JA: Jangan Sampai Indonesia Menjadi Negara Tuan Tanah
- Penulis : Arseto
- Kamis, 08 Mei 2025 19:26 WIB

Bagaimana ini bisa terjadi? Kita harus menoleh ke sejarah:
Pertama, warisan kolonial yang belum tuntas.
Sistem agraria Hindia Belanda meletakkan tanah di tangan segelintir elite. Setelah kemerdekaan, cita-cita reforma agraria sempat bersinar dalam UUPA 1960. Tapi semangat itu dihentikan oleh kepentingan politik dan ketakutan rezim.
Baca Juga: Catatan Denny JA: PHK Massal di Media Massa dan Lahirnya Angkatan Displaced Journalists
Kedua, aliansi kekuasaan dan modal.
Sejak Orde Baru hingga era demokrasi hari ini, tanah dijadikan alat politik. Konsesi diberikan kepada kroni, proyek strategis mengorbankan rakyat, dan ‘izin’ menjadi senjata ampuh merampas hidup. Tanah bukan lagi milik rakyat, tapi milik kekuasaan.
Ketiga, lemahnya penegakan hukum dan keterbukaan data.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Perkuat Budaya Lokal Melalui Festival Internasional
Tumpang tindih sertifikat, mafia tanah, penghilangan peta adat, semuanya menunjukkan negara yang abai pada rakyat kecil. Ketika hukum memihak kekuatan, maka keadilan menjadi asing di kampung sendiri.
Namun sejarah juga memberi harapan. Lihat Korea Selatan dan Taiwan.
Keduanya hancur pasca Perang Dunia II. Tapi mereka sadar: bangsa tidak bisa dibangun di atas ketimpangan.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Olahraga Padel Segera Naik Daun di Indonesia
Pemerintah membeli tanah dari tuan tanah besar dan membagikannya kepada petani. Mereka menciptakan keadilan sebelum kemakmuran. Hasilnya? Pertanian tumbuh, demokrasi stabil, masyarakat lebih setara.