DECEMBER 9, 2022
Kolom

Refleksi HARDIKNAS 2025: Menjaga Integritas Pendidikan Nasional

image
Ilustrasi. Konsep luhur warisan Ki Hajar Dewantara, Tut Wuri Handayani. (antaranews.com)

ORBITINDONESIA.COM - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional, di usia ke-80 kemerdekaan RI, mengusung tema "Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu Untuk Semua", menyerukan kolaborasi untuk mencapai cita-cita luhur pendidikan.

Tema ini mengajak seluruh elemen bangsa untuk berkolaborasi dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan relevan bagi setiap anak Indonesia.

Namun, di tengah semangat perayaan dan harapan akan kemajuan, kita dihadapkan pada ironi yang mengkhawatirkan yaitu merosotnya integritas pendidikan nasional.

Baca Juga: KBRI Astana Tingkatkan Citra Indonesia di Kazakhstan Lewat Diplomasi Pendidikan, Sosial Budaya

Data Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2024 yang dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan skor 69,50, sebuah penurunan signifikan dari angka 73,7 pada 2023.

Fakta bahwa SPI Pendidikan menjangkau 36.888 satuan pendidikan di 507 kabupaten/kota dari 38 provinsi, melibatkan 449.865 responden dari berbagai kalangan, semakin memperkuat validitas dan signifikansi temuan ini.

Penurunan ini menempatkan integritas pendidikan kita pada level "koreksi," mengindikasikan bahwa internalisasi nilai-nilai integritas belum berjalan secara merata, konsisten, dan optimal, sebagaimana diungkapkan oleh KPK.

Baca Juga: Duh, Ada Dugaan Korupsi Dana Hibah Pendidikan Anak Usia Dini Rp6 Miliar di Papua Selatan

Lebih jauh, temuan KPK memaparkan gambaran yang memprihatinkan: praktik menyontek masih merajalela di 78 persen sekolah dan mencengangkan di 98 persen kampus. Masalah ketidakdisiplinan akademik juga mengakar kuat, dialami oleh 45 persen siswa dan 84 persen mahasiswa.

Bahkan, praktik gratifikasi yang mencederai integritas masih ditemukan di 22 persen sekolah, di mana guru menerima "bingkisan" dengan imbalan nilai yang lebih baik atau kelulusan siswa.

Kondisi ini menyiratkan bahwa esensi luhur pendidikan perlahan terkikis, tergerus oleh pragmatisme sesaat dan obsesi pada formalitas belaka. Masyarakat, pendidik, dan peserta didik terperangkap dalam pusaran hasil instan dan pemenuhan administratif, mengabaikan proses pembentukan karakter dan penanaman nilai-nilai moral yang sejati.

Baca Juga: UNRWA Buka 130 Pusat Pendidikan Darurat di Gaza untuk Tempat Belajar 47.000 Anak

Menyikapi kemerosotan integritas ini, kita mendapati diri kita di persimpangan jalan, dipanggil untuk melakukan refleksi mendalam terhadap sistem pendidikan yang kita anut.

Halaman:

Berita Terkait