DECEMBER 9, 2022
Ekonomi Bisnis

Supply Chain Indonesia Sarankan Waktu Pelarangan Truk Sumbu 3 Saat Lebaran Harus Selektif

image
Ilustrasi truk sumbu 3 untuk angkutan logistik (Foto: Istimewa)

“Jadi, bisa saja pada 2 April itu sudah bisa dibuka tapi memang melihat kondisinya. Jika memang masih full, yang tentu bisa dilakukan pelarangan lagi. Tapi, begitu tengah malamnya menuju tanggal 3 April kan sudah kosong itu dan bisa dibuka untuk truk logistik sumbu 3,” katanya.

Apalagi, jika pemerintah juga memperbolehkan para Aparatur Sipil Negara (ASN) melakukan Work From Anywhere (WFA) selama libur Lebaran, menurut Sugi, mereka sudah bisa mudik lebih awal pada tanggal 22 Maret 2025. Kemudian, kegiatan-kegiatan mudik bersama itu juga bisa dilakukan antara tanggal 25 atau 26 Maret 2025. “Jika itu dilakukan, beban-beban traffic mudik di tanggal 27, 28, 29 dan 30 Maret 2025 kan bisa berkurang,” tuturnya.

Jadi, pertimbangan-pertimbangan seperti itu bisa dilakukan untuk mengatasi kemacetan saat Lebaran April mendatang. “Jangan lantas membuat kebijakan hanya dengan mengcopy paste berdasarkan aturan sebelumnya saja. Pemerintah harus selektif melihat kapan jam-jam kosong jalan itu terjadi sehingga tidak perlu melakukan pelarangan saat itu,” ucapnya.

Baca Juga: Perubahan Ketiga UU Pelayaran Resmi Disahkan DPR RI, Biaya Logistik Akan Lebih Efektif dan Efisien

Kemudian lagi, menurutnya, untuk yang angkutan dari Barat yang jarak-jarak dekat, saat mudik Lebaran nanti bisa menggunakan  jalan tol pelabuhan yang selalu kosong dan jarang dilalui pemudik. Dikatakan, jalan tol ini bisa digunakan angkutan logistik yang dari Tanjung Priok yang akan mengirim barang ke Cibitung dan Cikarang. Kemudian, masuk jalur Pantura atau jalan biasa yang hanya dilalui pemudik motor. 

“Nah, itu juga bisa diberikan akses kepada truk logistik sumbu 3. Jadi, tol-tol yang tidak berbenturan dengan pemudik itu jangan dilarang,” cetusnya. 

Dia juga mengatakan tidak semua industri itu meliburkan karyawannya pada saat Lebaran, tapi ada juga yang memang tidak meliburkan karyawannya karena mesinnya harus running terus 7x24 jam. “Ini juga harus menjadi pertimbangan pemerintah saat melakukan pelarangan itu,” tukasnya.

Baca Juga: Ian Sudiana: Perkuat Alternatif Moda Transportasi Logistik Untuk Benahi Isu Zero ODOL

Karena, lanjutnya, industri-industri seperti itu harus tetap membayar angsurannya seperti gaji karyawan, listrik, sewa gudang, dan lain-lain. Dia mencontohkan seperti kegiatan ekspor impor dan pabrik air minum dalam kemasan (AMDK) yang tidak mengenal libur Lebaran. “Kalau dilarang atau dibatasi distribusinya darimana mereka mendapatkan uang untuk membiayai itu semua,” katanya.***

Halaman:

Berita Terkait