Ketika Hidup Ditakar dengan Koin dan Lingkaran Kemiskinan: Pengantar dari Denny JA untuk Buku Puisi Esai Ririe Aiko
- Penulis : Krista Riyanto
- Senin, 24 Februari 2025 18:16 WIB

-000-
Bagaimana kita menjelaskan drama kemiskinan yang mencolok dalam puisi esai Ririe Aiko dan novel John Steinbeck?
Kemiskinan bukan sekadar angka dalam statistik. Ia adalah luka yang menganga. Ia adalah penghinaan yang dilembagakan oleh sistem dan ketidakpedulian yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Seorang ayah di Sulawesi Selatan terpaksa membawa jasad anaknya dengan sepeda motor karena tak mampu membayar ambulans. Sebuah keluarga di Amerika kehilangan tanah mereka, terseret dalam arus pengungsian yang tak berujung.
Dua kisah ini, dari puisi Ririe Aiko dan novel The Grapes of Wrath karya John Steinbeck, bukan sekadar narasi individual, tetapi cermin dari kegagalan sosial yang lebih besar.
Pertama: Kemiskinan Sistemik dan Warisan Kelas Sosial
Kemiskinan bukan sekadar nasib buruk. Ia juga diwariskan. Seseorang yang lahir dalam kemiskinan cenderung tetap terjebak di dalamnya.
Seperti keluarga Joad dalam The Grapes of Wrath, mereka tidak miskin karena malas, tetapi karena sistem ekonomi mendorong mereka keluar dari tanah mereka sendiri.
Di sisi lain, dalam kisah ayah di Sulawesi, ia bukan hanya tidak mampu membayar ambulans. Ia terjebak dalam lingkaran kemiskinan yang lebih besar: rendahnya akses pendidikan, keterbatasan pekerjaan, dan tidak adanya jaminan sosial yang melindunginya.
Jika sejak awal ia memiliki pekerjaan yang layak, sistem kesehatan yang inklusif, dan akses terhadap bantuan darurat, mungkin ia tidak perlu mengalami tragedi ini.