Puisi Esai Denny JA: Ketika Revolusi Memakan Anak-anaknya Sendiri
- Penulis : Krista Riyanto
- Sabtu, 15 Februari 2025 18:38 WIB

Tangannya yang dulu menandatangani surat kematian,
kini terikat di belakang punggungnya.
“Mereka akan membunuhku besok,” katanya dengan suara pelan.
“Begini akhirnya.”
Ia tertawa, pahit, getir, kosong.
“Kita pikir kita menghabisi musuh-musuh revolusi.”
“Ternyata revolusi hanya memakan anak-anaknya sendiri.”
Aku ingin menangis.
Aku ingin berteriak bahwa aku masih mencintainya.
Meski aku membencinya,
aku tak ingin ia mati.
Tapi apa gunanya?
Guillotine tidak mendengar doa.
Revolusi tidak mengenal kasih.
Besok kepalanya akan jatuh,
dan aku menjadi satu-satunya yang masih mengingatnya.
-000-
Di Place de la Révolution,
di tengah sorakan ribuan orang,
bilah besi jatuh.
Darah bercipratan di batu-batu Paris.
Aku ingin menutup mata,
tapi aku tetap melihat.
Karena seseorang harus menjadi saksi.
Kepala Jean-Baptiste,
yang dulu penuh mimpi tentang dunia yang adil,
kini tergeletak di tanah.