DECEMBER 9, 2022
Kolom

Piala Dunia 2034: Tantangan Arab Saudi dalam Bayang-Bayang Ramadan dan Tradisi Keagamaan

image
Ilustrasi tim nasional Arab Saudi (Foto: Istimewa)

ORBITINDONESIA.COM - Ketika Arab Saudi diumumkan sebagai tuan rumah Piala Dunia 2034, dunia sepak bola global menyambutnya dengan antusiasme dan rasa penasaran.

Negara Arab Saudi yang selama ini dikenal dengan tradisi Islam yang kuat dan konservatif, kini mendapatkan kesempatan untuk menjadi panggung Piala Dunia, ajang olahraga terbesar di dunia. 

Namun, ketika tanggal penyelenggaraan di Arab Saudi digeser ke bulan November dan Desember, muncul persoalan yang jauh lebih kompleks: bagaimana mungkin Piala Dunia, sebuah perayaan global yang penuh dengan hiruk-pikuk budaya modern, dapat berlangsung bersamaan dengan bulan Ramadan dan Idul Fitri, di negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam?

Baca Juga: Kualifikasi Piala Dunia 2024: Inilah Jadwal Siaran Langsung dan Harga Tiket Indonesia Melawan Saudi Arabia

Tantangan Budaya dan Religius: Tradisi Islam Arab Saudi Lebih Prioritas 

Arab Saudi bukan hanya sekadar negara tuan rumah, melainkan juga simbol penting dalam dunia Islam. Dengan Mekah dan Madinah sebagai pusat spiritual umat Muslim, Arab Saudi memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga tradisi dan nilai-nilai Islam. 

Bulan Ramadan adalah momen sakral, di mana umat Muslim berpuasa, memperbanyak ibadah, dan menjauhi kegiatan yang dianggap tidak sesuai dengan spiritualitas bulan suci. Dalam konteks ini, Piala Dunia, yang identik dengan euforia, kemeriahan, serta gaya hidup modern, bisa bertabrakan dengan tradisi keagamaan masyarakat Arab Saudi.

Baca Juga: Kualifikasi Piala Dunia 2026: Menang Melawan Saudi Arabia, Timnas Indonesia Lampaui Prestasi Vietnam dan Thailand

Misalnya, pertandingan yang dijadwalkan siang hari akan menghadapi kendala besar karena mayoritas pemain, ofisial, dan penonton Muslim sedang berpuasa.

Bahkan pertandingan malam hari, yang dianggap lebih memungkinkan, tetap akan berbenturan dengan ibadah salat tarawih, yang menjadi ritual utama umat Muslim selama Ramadan. Bagaimana mungkin stadion yang riuh dengan sorak-sorai bisa berdampingan dengan suara azan dan khusyuknya doa malam?

Selain itu, Idul Fitri, yang diperkirakan jatuh pada pertengahan Desember 2034, adalah salah satu hari raya terbesar dalam Islam. Kegiatan perayaan yang bersifat keluarga dan komunal, seperti salat Id dan tradisi makan bersama, tidak mungkin disandingkan dengan atmosfer pertandingan sepak bola yang penuh gairah dan kompetisi. Konflik budaya ini bukan hanya mengancam kenyamanan warga lokal, tetapi juga bisa mencederai citra Arab Saudi sebagai penjaga nilai-nilai Islam.

Baca Juga: Kualifikasi Piala Dunia 2026: Bahrain Imbang Melawan Australia, Indonesia Aman di Peringkat Ketiga

FIFA dan Prinsip Global: Ketidakmungkinan Penyelenggaraan di Bulan Ramadan

FIFA, sebagai badan sepak bola tertinggi dunia, memiliki aturan tegas tentang kalender pertandingan internasional. Dalam Pasal 70 Statuta FIFA, dinyatakan bahwa tidak boleh ada kompetisi internasional yang bertabrakan dengan kalender resmi FIFA. 

Namun, FIFA juga memiliki tanggung jawab untuk mempertimbangkan aspek budaya, agama, dan tradisi negara tuan rumah. Dalam hal ini, penyelenggaraan Piala Dunia yang bertepatan dengan Ramadan dan Idul Fitri akan menciptakan masalah besar.

Baca Juga: Kualifikasi Piala Dunia 2024, Pelatih Herve Renard: Indonesia Layak Menang

Sebagai contoh, Piala Dunia membutuhkan keterlibatan penuh masyarakat lokal sebagai tuan rumah, baik dalam hal infrastruktur, tenaga kerja, maupun antusiasme penduduknya. Namun, dalam konteks Arab Saudi, keterlibatan ini justru akan berkurang drastis selama Ramadan, ketika masyarakat lebih fokus pada ibadah daripada kegiatan sekuler. 

Selain itu, FIFA harus mempertimbangkan respons internasional dari umat Muslim global, yang mungkin melihat penyelenggaraan ini sebagai bentuk "gangguan" terhadap bulan suci.

Logistik dan Kalender Sepak Bola Global: Tabrakan yang Tidak Terhindarkan

Baca Juga: Inilah Jadwal Sisa Pertandingan Timnas Indonesia di Putaran Ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026

Selain tantangan budaya, ada masalah teknis yang tidak kalah krusial: kalender sepak bola global. Penyelenggaraan Piala Dunia pada bulan November-Desember sudah menimbulkan gangguan pada liga-liga domestik besar, seperti Liga Inggris, La Liga, dan Bundesliga, yang harus dihentikan sementara. 

Jika ditambah dengan Ramadan dan Idul Fitri, jadwal pertandingan akan semakin kacau. Apalagi, pemain Muslim yang menjalankan puasa selama Ramadan mungkin tidak berada dalam kondisi fisik terbaik untuk berlaga di turnamen dengan intensitas tinggi.

Di sisi lain, logistik penyelenggaraan juga menjadi tantangan besar. Dengan Ramadan dan Idul Fitri, kebutuhan akan akomodasi, makanan berbuka, dan fasilitas ibadah meningkat tajam, sementara infrastruktur Piala Dunia harus dirancang untuk menampung jutaan penggemar internasional dengan kebutuhan yang sangat beragam. Apakah Arab Saudi mampu menjembatani kedua kebutuhan ini tanpa menciptakan konflik besar?

Baca Juga: Dubes Arab Saudi: Bidding Tuan Rumah Piala Dunia 2034 Bisa Angkat Citra Positif Negara Muslim

Solusi yang Tidak Mudah: Apa Pilihan Arab Saudi dan FIFA?

Jika Arab Saudi tetap ingin menjadi tuan rumah Piala Dunia 2034, ada beberapa opsi yang bisa dipertimbangkan. Salah satunya adalah menggeser jadwal turnamen ke bulan Januari 2035, setelah Ramadan dan Idul Fitri berakhir. Ini memungkinkan Arab Saudi untuk menjaga tradisi Islam sekaligus memenuhi standar penyelenggaraan FIFA. 

Namun, jika pun dilakukan di bulan Januari 2035, tetap akan berbenturan dengan perayaan Hari Raya Idul Adha, dan lagi lagi solusi ini sangat tidak mungkin, bahkan juga ini tidak disetujui oleh FIFA.

Baca Juga: Saudi Arabia Jadi Tuan Rumah Piala Dunia 2034

Maka jika tetap akan dilaksanakan juga di Arab Saudi, makan akan ada preseden yang sangat buruk bagi kredibilitas FIFA, sebab akan memerlukan negosiasi panjang dengan liga-liga domestik dan konfederasi regional seluruh dunia.

Alternatif lainnya adalah menggelar pertandingan di malam hari, setelah buka puasa. Namun, ini hanya solusi parsial, karena tidak menyelesaikan persoalan logistik, jadwal, dan tradisi keagamaan lainnya.

Bayang-Bayang Kegagalan yang Mengancam

Baca Juga: Jens Raven Yakin Patrick Kluivert Bisa Bawa Indonesia ke Piala Dunia

Piala Dunia adalah perayaan global yang mengedepankan semangat kompetisi, persatuan, dan kemeriahan. Namun, di Arab Saudi, semangat ini bisa bertabrakan dengan tradisi dan nilai-nilai Islam yang konservatif, terutama ketika turnamen bertepatan dengan Ramadan dan Idul Fitri. 

Tanpa solusi yang jelas dan realistis, kemungkinan besar penyelenggaraan Piala Dunia 2034 di Arab Saudi akan menghadapi risiko kegagalan. FIFA dan Arab Saudi harus mempertimbangkan fakta ini dengan bijak, karena memaksakan turnamen di tengah-tengah bulan suci hanya akan menciptakan konflik budaya, religius, dan logistik yang sulit diatasi.

Pada akhirnya, Piala Dunia bukan hanya soal sepak bola, tetapi juga soal menghormati tradisi dan budaya masyarakat global. Dan dalam konteks Arab Saudi, tradisi Islam adalah hal yang tidak bisa dikompromikan.

Baca Juga: Piala Dunia 2026: Australia Perkuat Lini Pertahanan Hadapi Indonesia

Tim Litbang MSBI ***

Halaman:

Berita Terkait