Piala Dunia 2034: Tantangan Arab Saudi dalam Bayang-Bayang Ramadan dan Tradisi Keagamaan
- Penulis : Mila Karmila
- Selasa, 04 Februari 2025 01:05 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Ketika Arab Saudi diumumkan sebagai tuan rumah Piala Dunia 2034, dunia sepak bola global menyambutnya dengan antusiasme dan rasa penasaran.
Negara Arab Saudi yang selama ini dikenal dengan tradisi Islam yang kuat dan konservatif, kini mendapatkan kesempatan untuk menjadi panggung Piala Dunia, ajang olahraga terbesar di dunia.
Namun, ketika tanggal penyelenggaraan di Arab Saudi digeser ke bulan November dan Desember, muncul persoalan yang jauh lebih kompleks: bagaimana mungkin Piala Dunia, sebuah perayaan global yang penuh dengan hiruk-pikuk budaya modern, dapat berlangsung bersamaan dengan bulan Ramadan dan Idul Fitri, di negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam?
Tantangan Budaya dan Religius: Tradisi Islam Arab Saudi Lebih Prioritas
Arab Saudi bukan hanya sekadar negara tuan rumah, melainkan juga simbol penting dalam dunia Islam. Dengan Mekah dan Madinah sebagai pusat spiritual umat Muslim, Arab Saudi memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga tradisi dan nilai-nilai Islam.
Bulan Ramadan adalah momen sakral, di mana umat Muslim berpuasa, memperbanyak ibadah, dan menjauhi kegiatan yang dianggap tidak sesuai dengan spiritualitas bulan suci. Dalam konteks ini, Piala Dunia, yang identik dengan euforia, kemeriahan, serta gaya hidup modern, bisa bertabrakan dengan tradisi keagamaan masyarakat Arab Saudi.
Misalnya, pertandingan yang dijadwalkan siang hari akan menghadapi kendala besar karena mayoritas pemain, ofisial, dan penonton Muslim sedang berpuasa.
Bahkan pertandingan malam hari, yang dianggap lebih memungkinkan, tetap akan berbenturan dengan ibadah salat tarawih, yang menjadi ritual utama umat Muslim selama Ramadan. Bagaimana mungkin stadion yang riuh dengan sorak-sorai bisa berdampingan dengan suara azan dan khusyuknya doa malam?
Selain itu, Idul Fitri, yang diperkirakan jatuh pada pertengahan Desember 2034, adalah salah satu hari raya terbesar dalam Islam. Kegiatan perayaan yang bersifat keluarga dan komunal, seperti salat Id dan tradisi makan bersama, tidak mungkin disandingkan dengan atmosfer pertandingan sepak bola yang penuh gairah dan kompetisi. Konflik budaya ini bukan hanya mengancam kenyamanan warga lokal, tetapi juga bisa mencederai citra Arab Saudi sebagai penjaga nilai-nilai Islam.
Baca Juga: Kualifikasi Piala Dunia 2026: Bahrain Imbang Melawan Australia, Indonesia Aman di Peringkat Ketiga
FIFA dan Prinsip Global: Ketidakmungkinan Penyelenggaraan di Bulan Ramadan