DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Obsesi Menjadi Sempurna

image
Ilustrasi (Istimewa)

Berbeda dengan film berjudul sama, teater soal The Devil Wears Prada: The Musical sangat memanjakan mata dan telinga.

Ini tentang dunia yang berkilauan oleh lampu sorot, gemerlap peragaan busana, dan impian mode. The Devil Wears Prada menghadirkan kisah dua wanita dengan dua karakter. Hidup mereka terjalin di persimpangan ambisi, kekuasaan, dan pencarian makna.

Andrea Sachs dan Miranda Priestly adalah dua kutub yang bertemu. Namun masing-masing mencerminkan sisi yang berbeda dari mimpi manusia. Yang satu kesederhanaan yang ingin bertahan. Yang lain ambisi yang tak kenal batas.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Pemulung Itu Seorang Doktor

Di balik kain satin dan stiletto, cerita ini mengupas pertanyaan mendalam tentang apa artinya berhasil. Sukses itu apa? Apa pula pengorbanan dalam hidup pribadi yang diminta untuk sukses?

Andrea Sachs, seorang jurnalis muda dengan idealisme tinggi, memulai langkahnya di dunia kerja dengan optimisme sederhana. Ia membayangkan masa depannya di jurnalisme serius, menulis berita yang mengubah dunia.

Namun, kenyataan membawanya ke pintu majalah mode Runway, yang dipimpin oleh Miranda Priestly, sosok legendaris sekaligus menakutkan dalam dunia fashion.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Perempuan Itu Belajar di Bawah Cahaya Kunang-kunang

Andrea tidak mengerti dunia ini: baju desainer, kompetisi sengit, dan obsesi akan kesempurnaan. Dengan cardigan sederhana dan sepatu usang, ia adalah anomali di kantor yang hidup dari tampilan.

Miranda Priestly, pemimpin Runway, adalah kebalikan Andrea. Ia elegan, dingin, dan sangat berkuasa. Keputusannya dapat meluncurkan atau menghancurkan karier siapa pun.

Miranda adalah dewi di altar fashion, seorang perfeksionis yang mengorbankan segalanya demi pekerjaannya. Dunia memujanya, tetapi dalam kesempurnaan itu tersimpan tragedi: sebuah kehidupan yang dikendalikan oleh tuntutan kekuasaan.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Potret Batin Indonesia, Aceh hingga Papua, dari Kacamata Generasi Z

Andrea, yang memandang dunia Miranda dengan sinis, tidak pernah membayangkan. Pekerjaan sebagai asisten Miranda ternyata mengatur jadwal yang mustahil, menangani panggilan telepon di tengah malam, hingga mencari manuskrip Harry Potter yang belum diterbitkan.

Halaman:

Berita Terkait