Catatan Denny JA: Spiritualitas di Era Artificial Intelligence
- Rabu, 18 Desember 2024 06:36 WIB
Tulisan Seri Menghidupkan Sisi Spiritual Manusia (13)
ORBITINDONESIA.COM - “Ajaran agama kini seperti sungai-sungai yang saling bertemu di delta teknologi. Kita dihadapkan pada satu pilihan: tetap tersekat di tepian, atau berenang menuju samudra esensi yang tak lagi mengenal batas.”
Kutipan ini adalah cermin zaman. Di era Artificial Intelligence (AI), ajaran-ajaran spiritual yang dahulu terfragmentasi oleh tradisi, budaya, dan geografi kini mengalir bebas melalui teknologi.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Neuroscience, Samudra Spiritualitas Berakar di Saraf Manusia
Delta itu adalah ruang baru yang mendekatkan kita pada kebenaran universal, yang lebih tua dari kitab suci dan lebih murni dari dogma.
Namun, samudra ini juga adalah ujian: apakah kita tetap berpegang pada tepian sempit keyakinan eksklusif, atau berani menyelam ke kedalaman spiritualitas yang tak mengenal batas?
Teknologi adalah penggerak revolusi ini. Dengan satu klik, kitab dari berbagai agama dapat kita baca, ajaran para nabi dapat kita dengar, dan doa-doa lintas keyakinan dapat kita hayati.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Lima Prinsip Hidup Bahagia dan Bermakna
Sekat-sekat yang dulu memisahkan kini menjadi transparan. Dalam kebebasan ini, spiritualitas tidak lagi tentang klaim kebenaran absolut, melainkan tentang pencarian esensi – prinsip kasih, harmoni, dan kebijaksanaan yang sama di setiap tradisi.
-000-
Spiritualitas di era ini menunjukkan beberapa kecenderungan baru. Hadir 4.200 agama dan kepercayaan yang ada di dunia.
Ini sebuah bukti bahwa manusia, sejak awal keberadaannya, tak pernah berhenti mencari makna hidup. Beragamnya jalan menuju kebenaran adalah pengingat bahwa kebenaran itu sendiri tidak pernah tunggal.