Catatan Denny JA: Perempuan Itu Belajar di Bawah Cahaya Kunang-kunang
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Kamis, 03 Oktober 2024 12:57 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Di tahun 1960-an, Sartika dikirim sekolah ke Bulgaria. Prahara politik di dekade itu mengubah hidupnya.
-000-
Malam di Vietnam, 1963.
Suara ledakan menghantam langit,
tanah di bawah kaki Sartika dipenuhi darah hangat.
Arus sungai tumpah dari tubuh tak bernyawa.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Revolusi Kreativitas Bersama Artificial Intelligence (1)
Wajahnya memucat,
bertanya dalam diam—siapa pemilik darah ini?
Di antara pohon-pohon yang bisu,
ia melihat revolusi tak lagi berwujud kata,
tapi luka yang tak terhindarkan,
Peluru.
Bom.
Dinamit.
Darah.
Sartika duduk,
botol kecil berisi kunang-kunang di tangannya,
cahaya mereka bergetar,
melawan kegelapan malam yang menelan segala.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Ayah, Semoga Abu Jasadmu Sampai ke Pantai Indonesia
Di bawah nyala kunang- kunang,
ia membuka buku tentang revolusi,
namun kata-kata di sana mengalir menjadi sungai yang terpecah,
menggulung janji-janji yang kini terasa tak nyata.
Bagi Sartika,
revolusi kini bukan lagi mimpi di atas kertas,
itu adalah bara di nadi,
menghanguskan ketakutan,
memercikkan api keberanian di setiap langkah.
Agustus 1965.
Sartika kembali ke Jakarta,
revolusi makin berdenyut di dada.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Pemulung Itu Seorang Doktor
Indonesia bersinar,
Pagi, Bung Karno adalah matahari.
Malam, Bung Karno bintang di langit.
Api Sartika mengambil bagian,