DECEMBER 9, 2022
Kolom

Dilema PPN 12 Persen: Demi Pendapatan, Bocor Harus Disumbat

image
Ilustrasi PPN 12 persen dan pajak (Foto: PPPK)

ORBITINDONESIA.COM - Presiden Prabowo Subianto memberikan kejutan akhir tahun. Alih-alih resmi mengumumkan kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, ia menegaskan tarif PPN 12 persem hanya akan dikenakan pada barang dan jasa mewah yang kena Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Di luar barang dan jasa tersebut tetap terkena PPN 11 persen, serta barang dan jasa yang selama ini tak dikenai PPN, tetap bebas PPN.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, PPN 12 persen hanya berlaku bagi barang yang saat ini tergolong PPnBM. Ia memberi contoh kapal pesiar, balon udara, private jet, rumah mewah, apartemen/kondominium harga Rp 30 miliar atau lebih, dan senjata api kecuali untuk keperluan negara. Semula, pemerintah hanya mengecualikan tiga barang dari PPN 12 persen, yakni minyak goreng Minyakita, tepung terigu, dan gula industri.

Baca Juga: Tolak Kenaikan PPN: Saatnya Kebijakan Kreatif untuk Indonesia Lebih Baik

Di sisi lain, keputusan itu juga membawa konsekuensi. Target penerimaan negara akan terdampak. Dengan skema sebelumnya, yakni semua barang dan jasa kena PPN 12 persen dengan beberapa pengecualian, diperkirakan penerimaan negara akan bertambah Rp 75 triliun.

Namun, jumlah itu akan jauh berkurang dengan keputusan ini. Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun, memperkirakan penerapan PPN 12 persen secara selektif hanya akan menambah penerimaan negara Rp 3,2 triliun dalam APBN 2025.

Ini berat bagi APBN. Sebab, dalam APBN 2025, pemerintah sudah telanjur menyandarkan penerimaan negara dari target perolehan PPN. Itu terlihat dari target penerimaan PPN dipatok Rp 917,78 triliun, naik Rp 141,55 triliun (18,2%) dari target 2024 yang sebesar Rp 776,23 triliun. 

Baca Juga: PB PMII Sarankan Pemerintah Kaji Ulang Kenaikan PPN 12 Persen Karena Dampak Ekonominya Besar

Dengan batalnya kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen, pemerintah harus mencari sumber dana lain untuk meminimalkan defisit APBN. Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyarankan salah satu opsi yang bisa dilakukan adalah mulai merancang pajak kekayaan.

Pasalnya, menurut dia, saat ini pemerintah hanya mengenakan pajak 2 persen dari total harta orang super kaya. Dengan pajak kekayaan – yang selama ini belum kita punyai – estimasi pendapatan yang bisa diterima pemerintah mencapai Rp 81,6 triliun.

Selain itu, ada peluang untuk mendapatkan sumber penerimaan pajak baru, sekaligus memenuhi rasa keadilan masyarakat. Yaitu menutup kebocoran pajak yang selama ini terjadi di sektor sumber daya alam, perkebunan, maupun pertambangan.

Baca Juga: Fenomena Gaya Hidup Frugal Living di Tengah Kenaikan PPN 12 Persen

Potensi kebocoran pajak dari sektor sawit dan digital saja, bisa mencapai Rp 300 triliun. Itu bisa menjadi salah satu opsi lain. Dan, masih banyak lagi jalan untuk menambah pendapatan negara tanpa membebani masyarakat miskin dan menengah dengan beban lebih berat lagi.

Halaman:
Sumber: BDS Alliance, 2 Januari 2025

Berita Terkait