Ulama Sufi dari Tarekat Naqsyabandiyah, Muhammad Hisham Kabbani Wafat di Usia 79 Tahun
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Jumat, 06 Desember 2024 01:23 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Seorang ulama besar asal Lebanon, Muhammad Hisham Kabbani, telah wafat dan rencananya dimakamkan di Fenton Zawiya, Michigan, Amerika Serikat.
"Kami sampaikan kabar duka cita bahwa malam ini guru kita tercinta, Al Qutb Al Mutasarrif, Mawlana Shaykh Muhammad Hisham Kabbani, meninggal dunia berpulang ke Rahmatullah," demikian dikutip dari akun media sosial instagram @hishamkabbani pada Kamis petang, 5 Desember 2024.
Dalam akun tersebut dijelaskan jutaan pengikut Muhammad Hisham Kabbani kehilangan guru besarnya. "Selalu ingat ajaran yang dia ajarkan, maka dia takkan meninggalkanmu," jelas akun tersebut.
Baca Juga: Sufi in Waiting
Menurut keterangan, jenazah Hisham Kabbani akan dimakamkan pada Kamis sore setelah ibadah solat asar.
Akun tersebut juga mengajak umat Muslim untuk mendoakan dan melakukan solat gaib bagi almarhum Hisham Kabbani.
Hisham Kabbani lahir pada 1945 di Beirut, Lebanon. Dikutip dari laman Forum Timur Tengah meforum.org, dia pernah menjabat sebagai ketua Dewan Agung Islami Amerika yang didirikan pada 1997 di Washington D.C.
Baca Juga: Sastrawan Abdul Hadi WM yang Karya-karyanya Bernapaskan Sufistik Meninggal Dunia
Kabbani mengenyam pendidikan di sejumlah perguruan tinggi besar antara lain American University of Beirut, University of Louvain Belgia, dan Universitas Damascus.
Pada 1991, Kabbani pindah ke Amerika Serikat dan mengajarkan pendidikan tradisional Islami serta ajaran Sufi Naqsyabandiyah.
Dilansir dari Naqsyahbandi.com, Hisham Kabbani dilahirkan di Beirut, Libanon, pada 28 Januari 1945 dari pasangan Al-Hajj Muhammad Salim Al-Qabbani Al-Husayni dan Al-Haja Yusra Utsman Al-'Alayli Al-Hasaniyya.
Baca Juga: Perkumpulan Penulis Satupena Akan Diskusikan tentang Abdul Hadi WM dan Sastra Sufistik
Syekh Hisyam ialah keturunan Nabi Muhammad SAW dari jalur Hasani dan Husaini serta kedua orangtuanya.
Silsilah keluarganya yang bermartabat terkenal dan terdokumentasi dengan baik di Lebanon dan Suriah. Silsilahnya ada pada keturunan ulama muqri' dan munsyid Damaskus Syekh Muhammad Arabi Al-Qabbani Al-Azhari.
Keluarga Qabbani di Timur Tengah juga didokumentasikan dalam Mu'jam al-Usar al-Dimashgiyya, kamus besar keluarga Damaskus yang ditulis oleh rektor Institut Abu al-Nur di sana, Sayyid Muhammad Al-Şawwaf.
Selain silsilah kenabian yang disebutkan, Syekh Hisyam berasal dari salah satu keluarga besar Sunni di Beirut. Paman dari pihak ibu, Syekh Ahmad Mukhtar Utsman 'Alayli memimpin Dar al-Fatwa di Libanon selama 22 tahun (1962-1984) dan merupakan salah satu ahli hukum mazhab Syafii terbesar di Syam.
Sedangkan dari paman lain, Syekh Abd Allah 'Alayli ialah seorang tokoh intelektual terkemuka di dunia Arab. Yang paling penting, Mawlana Syekh Nazim mengungkapkan bahwa Grandsyekh telah menyebut Syekh Hisyam sebagai Pertolongan Allah (Madad al-Haqq) dan Bukti yang Dipersembahkan dari Allah (Hujat Allah Al-Mukhlis) di antara gelar-gelar spiritual lain.
Pada Mei 2010, Mawlana Syekh Nazim menyebut Syekh Hisham sebagai Qutb al-Mutasharrif, orang suci agung yang bertanggung jawab atas takdir. Syekh Hisham kemudian belajar kedokteran di Universitas Louvain (Belgia).
Setelah itu beliau pindah ke Jeddah dan bekerja bersama saudaranya dokter Dr. Mahmud Kabbani (wafat 2018) dalam mengelola rumah sakit di sana.
Di rumah sakit yang sama, Syekh Hisham kadang-kadang bekerja dengan tamu yang terkenal seperti Dr. Samer Al-Nass, Syekh Rasht Qabbani sang Mufti Libanon, dan Badr Al-Din Ahmad Hassun sang Mufti Suriah.
Di Mekah, ia berteman dengan Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki. Dr. Mahmud kemudian berinisiatif mendaftarkan seluruh keluarga Kabbani dalam US Green Card lottery yang membuat Syekh Hisyam dan keluarganya mendapat kesempatan untuk pindah ke AS yang, atas arahan Mawlana Syekh Nazim, ia memutuskan untuk pindah ke AS dan mendarat di New York pada 1990 dan pindah ke California.
Dengan mengirimkan Syekh Hisyam ke Amerika Serikat, Mawlana Syekh Nazim memintanya untuk mengambil alih kepemimpinan spiritual (quțbiyya) di wilayah tersebut. Dan secara alami, ajaran sufinya meluas hingga ke seluruh dunia yang ia lakukan dalam waktu sangat singkat.***