Ngopi: antara Tasawuf, Revolusi, dan Kolonialisme
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Sabtu, 24 Juni 2023 17:25 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Dalam catatan sejarah penyebaran kopi sebagai minuman yang nikmat–baik lahir maupun batin– memiliki dua pola. Pola pertama, minuman kopi ditemukan dan menyebar di dunia timur (Timur Tengah) dikenalkan oleh Abu Bakar Bin Abdullah yang lebih di kenal dengan nama Idrus.
Kemudian minuman baru kopi ini secara masif dikonsumsi dan disebarkan oleh kaum sufi, bahkan Imam as-Syadzili (pendiri tarikat Syadziliyah) mengenalkan minuman ini pada masyarakat Tunisia.
Ketika kaum fuqoha‘ pada 1627 mempermasalahkan kopi secara hukum (fikih) lantaran dianggap mengandung cafein yang bisa menimbulkan dharar (kemadharatan) secara kesehatan seperti khamr.
Justru kaum sufilah yang membela kopi dari sudut pandang kemanfaatan selain juga dari sudut pandang hukum fikih, karena efek dharar dari cafein tidak seperti efek alkohol dalam khamr.
Bagi kaum sufi, kopi membantu mereka dalam mendirikan shalat dan dzikir malam, selain juga membantu mereka dalam mengaji yang tertulis dan yang tak tertulis (jiwa, lingkungan dan alam semesta).
Setelah polemik hukum minuman kopi usai, masyarakat Timur Tengah mulai mengonsumsi kopi secara masif sebagai minuman sehari-hari dan minuman wajib untuk disuguhkan ke tamu.
Kemudian muncul majlis-majlis minum kopi. Majlis-majlis ini berada di dalam rumah pribadi dan juga di luar rumah. Pada waktu itu belum muncul istilah “maqha/kafe/kedai kopi” seperti sekarang. Sebenarnya majlis-majlis ini sudah ada –sebelum minuman kopi dikenal– sebagai tempat khusus untuk menikmati minuman jenis lain.
Namun ketika minum kopi menjadi tradisi masyarakat, kemudian majlis-majlis ini berubah menjadi majlis kopi. Kaum sufi sendiri memiliki majlis kopi yang menjadi tempat mereka berkumpul melaksanakan berbagai kegiatan.
Tradisi ini berlangsung hingga era-era berikutnya dan mengalami perkembangan pesat di tangan kaum pemikir, aktivis revolusi, seniman, budayawan dan sastrawan. Pada masa modern muncul istilah maqha/kafe/kedai kopi.
Namun tradisi minum kopi sempat mengalami beberapa pergeseran seperti di masa kolonial Inggris yang mengenalkan tradisi minum minuman jenis lain, yaitu minum teh.
Pola kedua, kopi menyebar ke dunia barat melalui jalur Turki Utsmani. Ketika Turki Ustmani menguasai semua tanah Timur Tengah (sebelum era kolonial Eropa), bangsa Turki mulai mengenal tradisi minum kopi dan membawa pulang tradisi ini ke tanah air mereka.
Baca Juga: Destinasi Wisata Alam di Banyuwangi Ini Asik Banget Buat Kumpul Bareng Teman, Bisa Sambil Ngopi
Kemudian di Istanbul berdiri maqha/kafe/kedai kopi pertama di dunia (tempat minum kopi seperti sekarang) yang di dalamnya sering diadakan halaqoh tilawah al-Qur’an dan dihadiri oleh para pemuka agama dan pemikir. Dari Turki tradisi minum kopi menyebar ke Eropa melalui berbagai invasi Turki Utsmani.
Pada waktu itu Turki Utsmani masuk dalam peta perpolitikan Eropa sebagai salah satu negara yang diperhitungkan selain Inggris, Prancis dan Rusia. Bahkan Turki Utsmani sempat menguasai sebagian besar kawasan Balkan dan sebagian Austria.
Kafe pertama di Eropa berdiri di Wina (Austria) dengan gaya arsitektur timur (Turki) pada tahun 1683 dengan nama “Qarah Musthafa.”
Setelah itu kafe atau kedai kopi bermunculan di kota-kota di Eropa semisal Venesia, Palermo, Paris, Berlin dan London. Kemudian secara masif bangsa Eropa masa modern mengenal kafe dan tradisi minum kopi.
Baca Juga: Swary Utami Dewi: Desmond J. Mahesa, si Kukuh Teguh Tak Terbantahkan
Tradisi ini berkembang sangat pesat di Prancis, dan Paris menjadi kota yang lebih banyak memiliki kafe ketimbang kota-kota lain di Eropa.
Kafe-kafe di Eropa menjadi tempat favorit kalangan pemikir, aktivis revolusi, seniman, budayawan dan sastrawan. Bahkan Revolusi Prancis berawal dari perbincangan-perbincangan tentang sosial dan politik di kafe-kafe.
Fenomena revolusi lahir dari kafe-kafe juga terjadi di Timur Tengah pada masa modern terutama pada masa kolonial bangsa Eropa, berbagai revolusi baik revolusi politik, pemikiran, seni, sastra maupun kebudayaan yang meletus di Timur Tengah pada awal abad 20 berawal dari perbincangan-perbincangan di kafe-kafe.
Tokoh-tokoh revolusi dan pembaharu Timur Tengah semisal Sa’ad Zaghlul, Ahmed Orabi, Jamaludin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rashid Ridha dan Toha Husein adalah orang-orang yang gila ngopi dan ngafe sambil diskusi.
Baca Juga: Babak Baru Sepak Bola Indonesia Usai Ditunjuk Sebagai Tuan Rumah Piala Dunia U17 2023
Meski minuman kopi lahir di Timur (Timur Tengah), namun antara Timur dan Barat memiliki pola yang unik dan saling terkait dalam hal tradisi minum kopi dan penyebarannya.
Bangsa Eropa mengenal tradisi minum kopi dari bangsa Timur pra modern, sementara bangsa Timur modern mengenal kafe modern dan jenis-jenis penyajian kopi (espresso, cappucino, v60 dll) dari bangsa Eropa modern.
*Disarikan dari buku Malamih al-Qahirah, Maqhahi as-Syarq, Qhahawi al-Adab wa al-Fan fi al-Qahirah dan Al-Maqhahi al-Adabiyyah.
(Oleh: Asmarada Edo Kusuma) ***