DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Retreat para Penulis untuk Kemerdekaan

image
Catatan Denny JA: Retreat para Penulis untuk Kemerdekaan. (Istimewa)

Aleksandr Solzhenitsyn, melalui The Gulag Archipelago, mengungkap kekejaman sistem otoritarian di Rusia, menyuarakan penderitaan manusia kepada dunia.

Penulis bukan hanya pencatat sejarah. Mereka juga dapat menjadi pengubah arah sejarah. Lewat tulisan, mereka merumuskan kembali makna kebebasan dan menyampaikan pesan bahwa perjuangan untuk itu tidak pernah selesai.

-000-

Baca Juga: Catatan Denny JA: Hukum Kelima Hidup Bermakna, Spiritualitas dan Wellness

Buku ini bunga rampai dari esai, puisi, cerpen, dan puisi esai, hasil renungan soal kemerdekaan. Semuanya menjawab satu pertanyaan: sudahkah kita merdeka?

Makna kemerdekaan dalam buku ini tidak seragam. Ada yang membahas kebebasan dalam konteks budaya, seperti dalam esai “Dimanakah Wastra Asli Tidore” oleh Annie Nugraha. Ia menggambarkan eksplorasi penulis dalam mencari kembali jejak tenun asli Tidore yang nyaris hilang.

Penulis memulai pencarian dengan wawancara warga lokal hingga menemukan alat tenun kuno. Penemuan ini menyadarkan akan pentingnya pelestarian budaya sebagai bagian dari identitas bangsa yang merdeka.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Renungan Sumpah Pemuda, Warna Nasionalisme di Era Algoritma

Esai ini menekankan bahwa kehilangan tradisi dan budaya lokal seperti wastra merupakan bentuk lain dari penjajahan budaya modern.

Dalam konteks kemerdekaan, pelestarian warisan seperti tenun Tidore adalah upaya merebut kembali jati diri yang telah lama terkikis oleh globalisasi dan modernisasi.

Penulis mengajukan gagasan bahwa kemerdekaan sejati bukan hanya soal politik, tetapi juga soal memelihara dan merayakan akar budaya.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Menambah Elemen Penghayatan bahkan untuk Hal-hal Kecil

“Sudahkah Pengidap Gangguan Mental Merdeka?” karya Damar Pratama mengeksplorasi sisi lain dari kemerdekaan.

Halaman:
1
2
3
4
5
6
7

Berita Terkait