Catatan Denny JA: Mengapa Donald Trump Menang? Dan Apa Efeknya Buat Indonesia?
- Penulis : M. Ulil Albab
- Jumat, 08 November 2024 10:25 WIB
Di bulan November 2024, tingkat approval rating Biden berada di angka sekitar 38,6 persen dengan tingkat ketidakpuasan mencapai 56,3 persen 1.
Sumber dari FiveThirtyEight menunjukkan bahwa Biden kehilangan dukungan signifikan, bahkan dari basis pendukungnya.
Dalam konteks politik, ketika persetujuan terhadap presiden rendah, kandidat yang menjanjikan perubahan biasanya akan meraih simpati besar dan menang.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Hukum Pertama Hidup Bermakna, Hubungan Personal
Sebagai perbandingan, pada Pilpres 2024 di Indonesia, approval rating Jokowi selaku presiden petahana mencapai kisaran 75-82 persen.
Maka, waktu itu saya sebagai konsultan politik capres Prabowo, agar ia menang dalam pilpres 2024, strategi utamanya adalah mengaitkan Prabowo sekental mungkin dengan Jokowi.
LSI Denny JA pada Agustus 2024, jauh hari sebelum Mahkamah Konstitusi membolehkan Gibran maju sebagai cawapres, sudah mengumumkan bahwa Prabowo-Gibran memiliki peluang kuat mengalahkan pasangan lain.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Hukum Kedua Hidup Bermakna, Positivity
Gibran selaku anak Jokowi, jika digandeng Prabowo, akan membuat asosiasi Prabowo dengan Jokowi sangat kuat.
Joe Biden adalah kasus yang terbalik. Asosiasi Kamala Harris dengan Joe Biden justru menjadi penyebab kekalahannya. Lebih banyak pemilih yang tak puas kepada Joe Biden selaku presiden dibandingkan yang puas.
Trump memang dicitrakan negatif oleh media arus utama, yang menyebutnya berbohong hingga 30.573 kali selama menjadi presiden (The New York Times). Itu citra yang sebenarnya bisa menghancurkan Trump.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Jokowi dan Prabowo, Hubungan Unik dalam Politik Indonesia
Masalahnya, lawan Trump, Kamala Harris, punya kelemahan yang lebih besar lagi. Bukan masalah moral, tapi karena ia terasosiasi dengan Joe Biden, yang approval rating-nya sangat rendah.