Penodaan/Penistaan Agama dan Kasus Holywings As Case Study
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Senin, 04 Juli 2022 10:37 WIB
Unsur objektif pertama dari tindak pidana pertama yang diatur dalam pasal 156a KUHP adalah di depan umum.
Baca Juga: Piala Presiden: Singkirkan Bhayangkara FC, PSIS Semarang Melaju ke Semifinal
Dengan dipakainya kata di depan umum dalam rumusan tindak pidana maka tidak berarti bahwa perasaan yang dikeluarkan pelaku atau perbuatan yang dilakukan pelaku selalu harus terjadi di tempat umum.
Melainkan cukup jika perasaan yang dikeluarkan pelaku itu dapat di dengar oleh publik, atau perbuatan yang dilakukan pelaku itu dapat dilihat oleh publik.
Perasaan yang bersifat bermusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia itu dapat saja dikeluarkan oleh pelaku di suatu tempat umum, artinya suatu tempat yang dapat didatangi oleh setiap orang.
Akan tetapi jika perasaan yang ia keluarkan itu ternyata tidak didengar oleh publik, maka tindakannya itu bukan merupakan tindak pidana seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 156a KUHP.
Baca Juga: Tidak Perlu Bawa HP Android untuk Isi Bensin di SPBU Dengan MyPertamina
Unsur objektif kedua dari tindak pidana pertama yang diatur dalam Pasal 156a huruf a KUHP adalah mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan.
Itu berarti bahwa perilaku yang terlarang dalam Pasal 156a KUHP itu dapat dilakukan oleh pelaku, baik dengan lisan maupun dengan tindakan.
Seterusnya, unsur objektif yang ketiga dari tindak pidana pertama yang diatur dalam Pasal 156a huruf a KUHP adalah yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.