Krisis Gaza, Dukungan Bagi Palestina dan Tawaran Solusi Indonesia
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Minggu, 06 Oktober 2024 14:05 WIB
Setiap kali bicara dalam forum PBB, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi membawa serta isu Palestina. Bahkan ketika “ngobrol” bilateral dengan rekan dari negara lain, ia menggalang solidaritas dukungan untuk Gaza.
Tawaran solusi Indonesia
Pada sekian banyak pertemuan sepanjang High-Level Week Sidang ke-79 Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat, akhir September lalu, Indonesia kian galak menyuarakan gencatan senjata di Gaza, kemerdekaan bagi Palestina.
Baca Juga: Hamas Konfirmasi Tewasnya Komandan Lapangan dalam Serangan Udara Israel di Lebanon
Dan sebelum jauh-jauh ke sana, hal utama yang seharusnya dilakukan oleh negara-negara dunia adalah mengakui Negara Palestina. Dari 193 negara anggota PBB, 146 di antaranya telah menyatakan pengakuan resmi.
“Mayoritas anggota PBB mendukung Solusi Dua Negara. Inilah waktu yang tepat untuk mewujudkannya. Mengakui Negara Palestina setidaknya menjadi hal yang bisa kita lakukan sekarang,” kata Menlu.
“Ini untuk memberikan Bangsa Palestina mimbar yang setara di dunia serta menekan Israel agar menghentikan kekejaman mereka. Maka, saya mendesak negara-negara yang belum mengakui Negara Palestina untuk melakukan sekarang juga!”
Baca Juga: Perdana Menteri Palestina, Mohammad Mustafa: Kelompok Fatah dan Hamas Akan Bertemu di Kairo Mesir
Seiring dengan dorongan atas pengakuan itu, bantuan kemanusiaan ke Gaza tidak boleh terputus. Namun, fakta di lapangan justru sebaliknya. Padahal, bantuan akan menyambung hidup warga yang banyak haknya dirampas.
Komisioner Jenderal UNRWA, Badan PBB untuk Pengungsi Palestina, Philippe Lazzarini menyebut terjadi bencana kelaparan di Gaza. Dan itu akibat blokade yang digencarkan Israel.
Pada Agustus, lebih dari 1 juta orang di Gaza tidak mendapatkan jatah bantuan makanan. Pada September, angkanya melonjak jadi lebih dari 1,4 juta orang.
“Sedangkan lebih dari 100.000 metrik ton pasokan makanan terlantar di luar Gaza karena adanya pembatasan akses, ketidakamanan, jalanan rusak, plus kekacauan hukum dan ketertiban,” tulis Lazzarini dalam cuitan di X.