Peran Diplomasi Indonesia dalam Mengatasi Perubahan Iklim Melalui International Sustainability Forum
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Selasa, 10 September 2024 00:01 WIB
Diplomasi dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk membawa kepentingan negara ke tingkat tertentu, selain sebagai jembatan kemitraan antarnegara untuk mengatasi tantangan bersama terkait perubahan energi. Tanpa diplomasi, mustahil untuk mencapai tujuan dengan waktu cepat, terlebih tujuan bersama yang menyangkut perlindungan bagi masyarakat dan lingkungan.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menilai bahwa diplomasi memainkan peran yang lebih penting dalam membentuk masa depan yang lebih berkelanjutan seiring dengan perubahan energi global.
Itulah sebabnya, melalui diplomasi, Indonesia mendorong upaya berkelanjutan dan kolaboratif untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) sekaligus untuk mengimplementasikan Perjanjian Paris.
Indonesia meyakini bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan kunci menuju kemakmuran di masa depan. Namun, progres SDGs masih jauh dari jalurnya hingga pertengahan 2030 dan tingkat investasi transisi energi saat ini belum cukup memadai untuk menempatkan dunia pada jalur menuju nol emisi bersih pada pertengahan abad.
Demi mewujudkan masa depan yang berkelanjutan, Retno menegaskan tiga prioritas utama. Pertama, melakukan investasi dan membangun energi hijau.
Untuk memenuhi prioritas tersebut diperlukan dukungan teknologi dan pendanaan yang signifikan, termasuk Just Energy Transition Partnership (JETP) yang diluncurkan Indonesia saat Presidensi G20 pada 2022 dan Asia Zero Emission Community (AZEC) di mana Indonesia menjadi salah satu pemrakarsa.
Baca Juga: Gelombang Protes Petani Eropa Tandai Solusi Perubahan Iklim Jangan Terbatas Cuma Dibahas Para Elite
Dari semua inisiatif tersebut, pesan Indonesia sangat jelas, yakni kita harus memastikan bahwa teknologi hijau menjadi barang publik. Melalui ISF diharapkan Indonesia dapat bekerja sama dengan erat dengan sektor swasta dalam rangka memastikan investasi untuk pengembangan teknologi hijau yang terjangkau.
Kedua, memanfaatkan potensi besar ekonomi biru. Menurut perkiraan, ekonomi biru dapat menghasilkan lebih dari 1,5 triliun dolar AS, sekaligus membuka sekitar 30 juta lapangan pekerjaan setiap tahunnya.
Untuk membuka potensi ekonomi biru tersebut, Indonesia meluncurkan Blue Economy Roadmap 2023-2045 yang bertujuan untuk mengembangkan sektor-sektor utama, seperti akuakultur dan industri hilir perikanan guna memastikan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan upaya konservasi laut.
Baca Juga: Dirjen Hak Asasi Manusia Dhahana Putra: Fatwa MUI tentang Iklim Sejalan dengan Hak Asasi Manusia
Menekankan untuk fokus pada penyerapan karbon menjadi prioritas ketiga dalam perjalanan menuju masa depan yang berkelanjutan.