DECEMBER 9, 2022
Kolom

Berkah Politik Dinasti, Ketangguhan Demokrasi Indonesia, dan Keterbatasan Demokrasi

image
Ilustrasi. (depokpos.com)

Oleh Berthold Damshäuser*

ORBITINDONESIA.COM - Akhir Agustus tahun 2024: Indonesia berada dalam gejolak.

Masyarakat madani bangkit, menyuarakan protes terhadap "rezim yang berkuasa". Demonstrasi merebak, diiringi dengan gelombang petisi. Salah satunya adalah petisi yang disusun oleh lebih dari 200 anggota Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA.

Baca Juga: Media Asing Soroti Dinasti Politik Indonesia, Gibran Rakabuming dan Kepanjangan Tangan Kekuasaan Jokowi

Mereka menyampaikan keprihatinan mendalam dan menyatakan bahwa kedaulatan yang [seharusnya] berada di tangan rakyat, dengan nyata sedang dilemahkan dan hanya dikuasai oleh segelintir pihak.

Mereka menuntut (antara lain) supaya dihilangkan "segala bentuk kebijakan dan tindakan yang menguntungkan kepentingan pribadi/pihak/golongan tertentu dan berdampak buruk bagi rakyat, misalnya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)“ dan "menolak dengan tegas laku politik oligarki otoriter untuk melayani kekuasaan politik dan ekonomi golongan dan kelompok tertentu, yang mematikan proses demokrasi untuk mencapai tujuan keadilan dan kesejahteraan masyarakat.“

Tentu saja, bagian petisi seperti ini sangat layak mendapat dukungan penuh. 1 Yang menjadi pemicu final keadaan riuh pada akhir Agustus 2024 adalah upaya untuk membatalkan dua putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengatur pemilihan kepala daerah.

Baca Juga: Perkumpulan Penulis Satupena Akan Diskusikan Demokrasi dan Potensi Ancaman Dinasti Politik, Pembicara Fachry Ali

Namun, pemicu utama atau akar permasalahan yang sesungguhanya adalah apa yang disebut "politik dinasti" yang dianggap dijalankanan oleh Presiden Joko Widodo, atau—lebih gamblang—sosok Presiden Jokowi sendiri yang kini mulai dijuluki sebagai "Raja Jawa", yang berarti sosok yang haus kekuasaan dan enggan tunduk pada prinsip-prinsip demokrasi yang melarang kelanggengan kekuasaan.

Gambaran ini mungkin berlebihan, karena Jokowi pasti rela diganti oleh presiden baru dan tentu saja takkan ada dinasti keluarga, karena para pemimpin di Indonesia akan tetap ditentukan melalui pemilihan umum.

Namun, kesan bahwa Jokowi sedang melakukan berbagai manuver licik untuk tetap berkuasa sulit dihindari. Pada awal kariernya, hal semacam itu sama sekali tidak terbayangkan, sehingga kecewaan, kegeraman, bahkan kebencian terhadap Jokowi semakin menguat.

Baca Juga: Diskusi Satupena, Satrio Arismunandar: Dinasti Politik Dikhawatirkan Memusatkan Kekuasaan Pada Keluarga Tertentu

Bagi saya pribadi, perubahan sikap atau metamorfosis Jokowi ini cukup mengejutkan. Seolah-olah ia telah kehilangan naluri politiknya dan sedang mempertaruhkan nama baiknya dalam sejarah Indonesia. 1 Saya sendiri juga anggota SATUPENA dan merasa sangat dihormati telah diterima sebagai anggota walau saya bukan warga negara Indonesia melainkan warga negara Jerman.

Halaman:
1
2
3
4

Berita Terkait