Berkah Politik Dinasti, Ketangguhan Demokrasi Indonesia, dan Keterbatasan Demokrasi
- Penulis : Krista Riyanto
- Senin, 02 September 2024 09:22 WIB
Saya melihat perkembangan ini sebagai kisah sukses. Setiap penilaian, positif atau negatif, selalu bersifat relatif, dan saya tidak menyangkal bahwa masih banyak masalah di Indonesia yang belum terpecahkan. Namun, jika saya membandingkan perkembangan Indonesia dengan perkembangan banyak negara lain di Selatan Global (khususnya di Afrika dan Amerika Selatan), saya yakin bahwa penilaian positif saya tidak keliru dan sah. Hal ini juga berlaku bagi kesejahteraan rakyat kecil di Indonesia, yang jelas mengalami kemajuan yang bisa dibuktikan melalui statistik pengentasan kemiskinan. Indonesia juga merupakan negara dengan stabilitas nasional yang tinggi, dan inilah syarat penting agar ramalan bahwa Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar keempat di dunia pada tahun 2045 bisa menjadi kenyataan.
Masa depan Indonesia tampak cukup cerah, meskipun tentu ada tantangan dan ancaman. Ancaman tersebut, menurut saya, terutama datang dari luar dan bisa berdampak fatal, misalnya perang di Asia Timur karena masalah Taiwan atau krisis sistem keuangan internasional.
Lepas dari itu, saya optimis mengenai masa depan Indonesia yang terus melangkah maju. Berbeda dengan negara saya sendiri (Jerman) yang sedang mengalami kemunduran di hampir semua bidang. Kembali ke keadaan aktual di Indonesia yang sedang menghadapi pergantian kekuasaan dari Jokowi ke Prabowo.
Sepertinya masa jabatan Jokowi berakhir dengan tragis. Banyak kalangan tidak lagi menghormatinya, bahkan ada rasa benci terhadapnya. Padahal, prestasinya tidak kalah dengan pendahulunya, misalnya di bidang infrastruktur.
Sangat disayangkan bahwa ia terlalu berusaha untuk tetap berkuasa, apalagi dengan cara yang tidak terpuji. Kini ia dihukum oleh masyarakat sipil, dan penghukuman tersebut layak disambut sebagai "prestasi demokratis". Ini juga merupakan semacam peringatan agar ia tidak mempersulit penerusnya, misalnya dengan menggunakan putranya yang akan menjadi Wakil Presiden.
Semoga Jokowi memiliki penasehat bijak yang mengajak dia untuk bertindak bijaksana. Di masa lalu, para mantan presiden telah membuktikan bahwa patriotisme mereka lebih besar daripada egoisme mereka. Selalu ada semacam kekompakan elite politik di Indonesia. Jika kekompakan itu hilang, situasinya bisa membahayakan stabilitas nasional, dan rakyat Indonesia akan menjadi korban utama.
Maka diharapkan agar masa jabatan presiden baru tidak terlalu terbebani oleh persaingan ganas di kalangan elite politik Indonesia. Bagaimanapun, ketangguhan demokrasi tidak saya ragukan. Tetapi, apakah keadilan sosial akan meningkat? Apakah kekuasaan oligarki akan dibatasi?
Wallahualam. ***
*Berthold Damshäuser, akrab dipanggil “Pak Trum“, lahir 1957 di Wanne-Eickel, Jerman. Dari tahun 1986 s/d tahun 2023 mengajar bahasa dan sastra Indonesia di Universitas Bonn. Koeditor Orientierungen, sebuah jurnal tentang kebudayaankebudayaan Asia. Penerjemah puisi Jerman ke bahasa Indonesia dan puisi-puisi Indonesia ke bahasa Jerman. Bersama Agus R. Sarjono menjadi editor Seri Puisi Jerman yang terbit sejak tahun 2003. Pada tahun 2010 ia dipilih Kementerian Luar Negeri RI menjadi Presidential Friend of Indonesia. Pada tahun 2014 dan 2015 menjadi anggota Komite Nasional Indonesia sebagai Tamu Kehormatan Pekan Raya Buku Frankfurt. Penulis esai dalam bahasa Indonesia yang terbit di Majalah Tempo, Jurnal Sajak, dan media lain. Bunga rampai tulisannya dalam bahasa Indonesia diterbitkan dalam buku Ini dan Itu Indonesia - Pandangan Seorang Jerman. Salah satu buku terbarunya berjudul „Mythos Pancasila“ dan terbit di Jerman pada tahun 2021. Anggota Satupena sejak tahun 2023, tinggal di Bonn/Jerman.
Website: https://www.ioa.unibonn.de/soa/de/pers/personenseiten/berthold-damshaeuser/bertholddamshaeuser ; Mail: damshaeuser@t-online.de