Timnas Sepak Bola Indonesia: Pesan untuk Putra Nababan
- Penulis : Krista Riyanto
- Rabu, 12 Juni 2024 15:43 WIB
Oleh Akmal Nasery Basral*
ORBITINDONESIA.COM - Salam damai, kawan. Seharusnya saya memanggilmu dengan panggilan takzim Yang Mulia Anggota Dewan, karena memang itu status formalmu sekarang.
Tanpa bermaksud mengabaikan fakta itu, izinkan saya tetap memanggilmu dengan nama depan saja seperti dulu: Putra, kadang lebih singkat lagi cukup dengan ‘Put’ saja.
Entah mungkin kamu masih ingat atau tidak, kita pernah sama-sama menjalani tes masuk kerja di sebuah biro psikologi terkemuka di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada awal tahun 90-an. Sebelum tes dimulai, kita berbincang ringan. Saling memperkenalkan diri dan asal pendidikan. Saya alumnus sebuah PTN Indonesia, kamu lulusan kampus Negeri Paman Sam. Nama margamu mengingatkan saya pada seorang politisi terkenal. “Beliau ayahku,” jawabmu dengan senyum lebar.
Hasil tes menempatkan kita bekerja di dua majalah berita berbeda. Kita pun beberapa kali berpapasan sewaktu meliput di lapangan. Biasanya hanya sekadar saling melempar sapa tanpa menyelami percakapan akibat ritme kerja yang selalu bergegas di tengah waktu terbatas. Setelah itu kau eksodus ke media elektronik yang membuat pamor dan wajahmu kian dikenal publik.
Sedikit pengantar ini adalah cara lain saya untuk mengatakan bahwa kita (pernah menjadi) kawan lama, yang terhubung melalui profesi kerja. Dalam spirit merawat perkawanan itu saya menuliskan pesan terbuka ini dengan hati tulus, Put.
-000-
Pada rapat kerja Komisi X DPR—tempatmu berkhidmat—dengan Kemenpora dan PSSI di awal Juni terkait permohonan naturalisasi Calvin Verdonk dan Jens Raven, kau katakan dengan lantang agar komposisi Tim Nasional Indonesia diisi 60 persen pemain nasional dan 40 persen pemain naturalisasi.
Ketika kau mengatakan itu, Put, saya menyaksikan melalui live streaming dari akun YouTube DPR RI. Bukan dari berita media massa sesudahnya. Saya mengerenyitkan kening. Tak menyangka kutak-katik statistik beraroma pseudo-nasionalistik ini akan meluncur dari lisanmu, seorang lelaki kosmopolit yang sudah menyinggahi pusat-pusat dunia. Saya duga kamu bukan seorang chauvinis atau ultra-nasionalis, Put, tetapi saya tak bisa pastikan. Maka sebagai respon spontan, saya langsung menulis "Pesan Terbuka", meski setelah selesai bagian pengantar di atas, saya putuskan menunda menyelesaikannya.
Sebab, masih ada dua pertandingan sisa yang harus dijalani tim nasional (Timnas) Indonesia ketika itu. Melawan Irak 6 Juni dan Filipina 11 Juni.