DECEMBER 9, 2022
Kolom

Timnas Sepak Bola Indonesia: Pesan untuk Putra Nababan

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Naturalisasi hannyalah salah satu dari sejumlah cara untuk menjaring pemain yang kompeten bukan untuk menakar kadar darah tulen. Sesederhana itu.

Sedangkan pemain Liga 1 memiliki cara lain agar bisa terpilih sebagai pemain nasional. Faktor penentu utama tetaplah kualitas dan ketrampilan tinggi di lapangan  dan kohesivitas kerjasama kelompok.

Catatan ketiga, gencarnya proses naturalisasi pascapandemi tak bisa dilihat secara episodik dan fragmental, Put.

Sebelum era Coach Shin Tae Yong, penjaringan pemain timnas lewat jalur naturalisasi juga sudah berjalan meski tidak semasif sekarang.

Coba tarik mundur sampai 25 tahun ke belakang, sejak awal Era Reformasi. Atau lebih awal lagi sejak PSSI berdiri. Beragam cara sudah dicoba PSSI, di bawah kendali sejumlah Ketua Umum yang silih berganti, untuk menaikkan pamor dan kualitas Timnas sebagai tim yang bernas. Adakah tingkat ketertarikan masyarakat Indonesia terhadap timnas mereka pernah setinggi hari-hari belakangan ini? Silakan gunakan data statistik dan survei jika dibutuhkan, Put.

Catatan keempat, pemihakanmu pada pemain tim Liga 1 sangat bisa dipahami, Put. Kita pun mendambakan lebih banyak jumlah mereka yang mempunyai kualifikasi tinggi, seperti Rizki Ridho, Witan Sulaeman, Yakob Sayuri, Pratama Arhan, atau Ricky Kambuaya, di timnas. Tetapi jangan jadikan angka rasio subyektif 60: 40 yang tanpa dasar sebagai patokan, Put. Carilah justifikasi objektif yang membuat pemain Liga 1 semakin berikhtiar lebih keras untuk menjadi bagian pemain Timnas yang prestius. Ini contohnya.

Sehari setelah final BRI Liga 1 antara Madura United vs Persib Bandung di akhir bulan Mei yang dimenangkan Maung Bandung, Coach Shin merekrut seorang pemain baru sebagai pemain timnas. Dia adalah Malik Risaldi, gelandang Madura United yang gemilang sepanjang musim. Ini cara menjaga marwah Liga 1 sekaligus pamor timnas sekaligus. Yang bisa menembus jajaran timnas haruslah para pemain berkualitas primus inter pares. Terunggul dari yang terbaik.

Catatan kelima, dengan berhasilnya Indonesia menorehkan sejarah baru memasuki babak ketiga kualifikasi Piala Dunia yang akan dimulai September nanti-- hanya tiga bulan ke depan--semoga tak ada lagi komentarmu yang mempertentangkan “pemain naturalisasi” vs “pemain nasional” berbasis batasan kuota dan "persentase ideal" karena ini bukan menyangkut sertifikasi TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) yang mutlak untuk sektor industri.

Bisa dipastikan arus naturalisasi pemain diaspora (berdarah) Indonesia tak berhenti pada Calvin Verdonk dan Jens Raven, melainkan masih akan terus berlanjut. Sebab, Timnas Indonesia bukan hanya butuh 11 pemain terbaik di lapangan, melainkan punya 2 x 11 pemain berkualitas prima dengan kemampuan setara antara pemain starter dan pemain cadangan. Ini aksioma baku dalam dunia sepak bola modern yang dipraktikkan oleh Timnas mana pun yang selalu jadi tim unggulan.

Karena itu, Put, sebagai anggota DPR tugasmu untuk mengedukasi publik lebih serius bahwa kita hidup dengan paradigma nasionalisme baru. Paradigma bahwa

Halaman:
1
2
3
4
5

Berita Terkait