Imparsial: Hentikan Revisi UU TNI karena Bertentangan dengan Prinsip Demokrasi dan Memundurkan Reformasi TNI
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Sabtu, 01 Juni 2024 06:08 WIB
Dengan kata lain, usulan perubahan tersebut tidak lebih sebagai langkah untuk melegalisasi kebijakan yang selama ini keliru, yaitu banyaknya anggota TNI aktif yang menduduki jabatan sipil seperti di Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan bahkan di Badan Usaha Milik Negara.
Berdasarkan data Babinkum TNI sendiri pada tahun 2023 tercatat 2.569 TNI aktif di jabatan sipil. Dengan adanya usulan perubahan tersebut, jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI aktif berpotensi lebih banyak lagi.
Penempatan prajurit TNI aktif pada jabatan sipil tidak sejalan dan bertentangan dengan prinsip pengaturan militer di negara demokrasi yang menuntut adanya pemisahan antara domain sipil dan domain militer. Di negara demokrasi, fungsi dan tugas utama militer seharusnya difokuskan sebagai alat pertahanan negara.
Baca Juga: Gatot Nurmantyo: Setiap Kolonel di TNI Pasti Pernah Jadi Murid Salim Said
Hal ini sesuai dengan hakikat keberadaan militer yang memang dididik, dilatih dan dipersiapan untuk perang, dan tidak didesain untuk menduduki jabatan-jabatan sipil yang lebih berorientasi pada pelayanan. Karena itu, penempatan militer di luar fungsinya sebagai alat pertahanan negara bukan hanya salah, akan tetapi juga akan memperlemah profesionalisme militer itu sendiri.
Profesionalisme dibangun dengan cara meletakkan dia dalam fungsi aslinya sebagai alat pertahanan negara dan bukan menempatkannya dalam fungsi dan jabatan sipil lain yang bukan merupakan kompetensinya.
Penempatan prajurit TNI aktif pada jabatan-jabatan sipil juga berpotensi berdampak negatif terhadap pengelolaan jenjang karir Aparatur Sipil Negara (ASN) dan masuknya militerisme ke dalam kementerian dan lembaga non-kementerian.
Baca Juga: TNI Angkatan Udara Pastikan Pesawat Tempur F-16 Program STAR-eMLU Siap Perkuat Wilayah Udara
Penempatan perwira TNI aktif dalam jabatan TNI mengabaikan spesialisasi, kompetensi, pengalaman, serta masa pengabdian ASN di instansi terkait.
Selain mengacaukan pola rekrutmen dan pembinaan karir ASN yang seharusnya diatur ajeg dan berjenjang, hal tersebut juga akan mengakibatkan terjadinya de-motivasi di kalangan ASN dalam konteks jenjang karir dan kepangkatan di instansinya.
Dampak lain dari penempatan perwira TNI aktif pada jabatan sipil adalah timbulnya tarik menarik kewenangan/ yurisdiksi perwira yang terlibat tindak pidana (termasuk korupsi) apakah diadili di peradilan umum atau peradilan militer. Hal ini mengingat hingga saat ini belum ada revisi terhadap UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Baca Juga: Sub Satgas Cadangan TNI Siapkan Pengawalan Karya Wisata Delegasi World Water Forum ke-10 di Bali
Berdasarkan UU tersebut, prajurit TNI yang melakukan tindak pidana militer dan tindak pidana umum diadili di peradilan militer. Hal ini tentu menghambat upaya penegakan hukum terhadap prajurit TNI yang ada di jabatan sipil ketika terlibat dalam tindak pidana.