Imparsial: Hentikan Revisi UU TNI karena Bertentangan dengan Prinsip Demokrasi dan Memundurkan Reformasi TNI
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Sabtu, 01 Juni 2024 06:08 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Pada Selasa, 28 Mei 2024, DPR RI dalam Rapat Paripurna ke-18 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi RUU usul inisiatif DPR RI.
Dalam draft RUU TNI versi Baleg DPRI RI yang diperoleh masyarakat sipil terdapat usulan perubahan pasal yang bertentangan dengan tata nilai negara demokrasi dan semakin memundurkan capaian reformasi TNI.
Imparsial memandang, penetapan revisi UU TNI menjadi RUU usul inisiatif DPR RI bukan hanya langkah yang tergesa-gesa dan cenderung memaksakan, tapi sekaligus juga menunjukkan DPR RI tidak memiliki komitmen untuk menjaga capaian reformasi TNI.
Baca Juga: Gatot Nurmantyo: Setiap Kolonel di TNI Pasti Pernah Jadi Murid Salim Said
Penting dicatat, usulan perubahan dalam RUU TNI versi Baleg DPR RI jauh dari kepentingan penguatan profesionalisme TNI bahkan memiliki problem yang serius, karena jika sampai diakomodir melegalisasi kembali praktik Dwifungsi TNI seperti yang pernah dijalankan pada era Orde Baru.
Sebagai lembaga perwakilan rakyat, DPR RI seharusnya bersikap responsif terhadap kritik dan penolakan yang berkembang di masyarakat. Apalagi pembahasan RUU tersebut dilakukan secara tertutup dan minim partisipasi publik, sehingga jauh dari kepentingan publik yang lebih luas dan dikhawatirkan sarat dengan transaksi politik kekuasaan.
Berdasarkan draft RUU TNI versi Baleg DPR RI, terdapat dua usulan perubahan yang problematik. Pertama, perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI aktif.
Baca Juga: TNI Angkatan Udara Pastikan Pesawat Tempur F-16 Program STAR-eMLU Siap Perkuat Wilayah Udara
Hal tersebut dapat dilihat pada usulan perubahan Pasal 47 ayat (2) melalui penambahan frasa “serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian Prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden”.
Penambahan frasa tersebut menjadi berbahaya karena membuka tafsir yang luas untuk memberi ruang kepada prajurit TNI aktif untuk dapat ditempatkan tidak terbatas pada 10 kementerian dan lembaga yang disebutkan di dalam UU TNI.
Dengan kata lain, Presiden ke depan bisa saja membuat kebijakan yang membuka penempatan prajurit TNI aktif di sejumlah kementerian lain, seperti Kementerian Desa, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, dan lembaga-lembaga negara lainnya.
Baca Juga: Sub Satgas Cadangan TNI Siapkan Pengawalan Karya Wisata Delegasi World Water Forum ke-10 di Bali
Usulan perubahan Pasal 47 ayat 2 UU TNI jelas akan melegalisasi perluasan praktik Dwifungsi ABRI yang sejatinya secara perlahan mulai dijalankan terutama pada era pemerintahan Presiden Jokowi.