Tuesday, Jan 7, 2025
Kolom

Goenawan Mohamad: Tiga Titisan Wishnu

image
Goenawan Mohamad (Foto: Ubud Writers Festival)

ORBITINDONESIA.COM - Cerita ini, bukan fiksi,  berlangsung di abad ke-11, di akhir kekuasaan Airlangga di kerajaan Kediri. Di tahun 1045, Baginda turun takhta. Ia memilih hidup di hutan, selamanya. Ia jadi Resi Gantayu. 

Tak ada rekaman tentang apa yang diucapkannya sebelum berangkat, tak ada catatan  tentang apa sebenarnya dorongan hatinya.

Saya hanya bayangkan Airlangga merasa gagal —atau sadar.

Baca Juga: Goenawan Mohamad: ELIEZER

Putrinya, si sulung Sangramawijaya (dalam cerita rakyat disebut Dewi Kilisuci), yang semestinya menggantikannya berkuasa, menolak. Kedua adiknya lelaki sebaliknya. Mereka sama-sama ingin tahta itu. Maka Kediri pun dipecah jadi dua kerajaan — yang akhirnya saling memerangi. Kerajaan yang dibangun Airlangga musnah.

Saya bayangkan Airlangga sadar: di atas tahta, ia terbelah. Ia berkuasa dan juga ia tak berkuasa. Ada sebuah patung yang menggambarkannya duduk di punggung garuda, sebagai Wishnu.

Tapi dengan kiasan itu sekalipun,  tegak di kendaraan sakti di angkasa, ia tetap tak bisa — justru tak bisa — mengetahui apa yang terjadi. Hidup berjalan di antara debu, lumpur,  kerikil, sampah. 

Baca Juga: Goenawan Mohamad: Takhayul

Maka Airlangga pun masuk hutan. Dulu, ibarat di langit Kediri yang disinari matahari, ia selalu dibujuk  ilusi bahwa ada korelasi antara “kuasa” dan ”pirsa”. Kini, di tengah hutan, bertapa dalam gua batu, ilusi itu tak ada.

Mantan raja itu bertaut dengan rimbun yang gelap. Ia lekat dan setara dengan akar, ranting, daun, burung, ular, kecoak. Hutan tak menjunjungnya.. Hutan memeluknya. Ia tak mengambil jarak dari rimba itu agar bisa mengukurnya  persis dan terang  buat merengkuh dan menguasainya. Tak perlu. Hutan itu  — lengkap dengan misterinya — telah jadi satu dengan dirinya.

Jika benar ia titisan Wishnu, ia tentu tahu kisah dua titisan Wishnu lain.

Baca Juga: VIRAL! Penjelasan Goenawan Mohamad tentang Presiden Jokowi

Yang pertama Kresna. 36 tahun setelah perang Bharatayudha dan Pandawa menang dan Kurawa tumpas, bukan ketenteraman panjang yang didapat. Bencana malah datang.

Halaman:
Sumber: Medsos WhatsApp@begundal-salemba

Berita Terkait