DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Goenawan Mohamad: Takhayul

image
Goenawan Mohamad tentang takhayul.

ORBITINDONESIA.COM - Setiap kita diam-diam merindukan hantu dan mambang, pelesit dan peri, dan takhayul yang tak terkendali. Saya ingat masa kanak yang kadang melihat bayangan jin di tembok gudang atau di antara lebatnya daun nangka.

Saya ingat akan ibu yang bercerita bahwa bapak sering mendatangi pohon sawo di pojok halaman di larut senja, untuk berunding dengan para roh halus agar anak-anak tak diganggu sebelum tidur. Di saat seperti itu, keris sering terbang malam dari sarungnya, dan gandaruwa duduk mengisap lisong di dahan jati.

Kita takut, tentu. Tapi kita juga asyik dalam dunia yang lebih ramai dengan yang tak terduga-duga, sebuah dunia yang tiap hari disingkirkan oleh siang, ditutupi oleh malam.

Baca Juga: Rayakan Waisak di Bobobudur, Puluhan Bhikkhu atau Bhante Buddha Ini Berjalan Kaki dari Thailand ke Pulau Jawa

Kemudian kita dewasa, dan itu artinya jadi lebih praktis. Takhayul pun jadi bagian dari semangat hidup yang mencari dan memperoleh manfaat. Setan konon dipergunakan untuk menambah kekayaan, dan para jin dikerahkan untuk mengawal rapat NU.

Hantu, tuyul, wewe-gombel, kuntilanak, jananabadra- -dan segala makhluk dunia lain yang entah dari mana mendapatkan nama mereka — jadi roh instrumental. Kita jadi dewasa. Kita mungkin masih berasa takut, tapi dunia roh halus telah jadi satu dataran belaka-dataran di mana ada berarti berguna.

Atau kita dewasa karena hantu-hantu terusir oleh cara baru kita mengetahui alam. Kita belajar tentang logam yang memuai karena panas, magnet yang bisa ditularkan ke sebuah batang besi, rembulan yang gersang dan berkawah, dan apa sebenarnya pelangi.

Dari gelap terbitlah terang, dan apa yang belum terjawab pun jadi problem, dan problem menggantikan misteri. Lalu kita pun membaca Stephen King atau menonton film horor. Rasa takut dan asyik kita pindahkan ke dunia fiksi.

Baca Juga: Inggris Mengonfirmasi Memasok Rudal Jarak Jauh Storm Shadow ke Ukraina

Di zaman ini takhayul memang bisa merepotkan, mungkin mencelakakan. Seorang anak bayi mati di saat lahir. Dulu kita dengar ia diculik oleh sundel bolong yang lari telanjang ke hutan bambu seraya tertawa menggeletar di dalam gelap.

Orang tak hendak menelaah bahwa sebabnya mungkin si ibu kekurangan gizi, atau si paraji bertangan kotor. Yang malang hanya tinggal malang, dan tak akan ada perubahan.

Takhayul juga bisa membuat rancu. Mana sebenarnya yang lebih mempesona atau ditakuti dan dihormati: Tuhan, atau orang yang sakti dan suci, atau penghuni dunia gaib?

Yang Mahatunggal tak bisa dikatakan "esa", bila ia nyaris diperlakukan setingkat dengan para roh halus dalam soal misteri dan kekuatan supernatural.

Baca Juga: MotoGP Prancis: Hasil FP2, Jack Miller Kembali Jadi yang Tercepat

Halaman:
1
2
3

Berita Terkait