DECEMBER 9, 2022
Kolom

Rinaldi Napitupulu: Hilirisasi Digital, Apakah Suatu Keniscayaan? (Bagian 2)

image
Rinaldi Napitupulu (foto: Koleksi pribadi)

Merujuk kepada konsepsi hilirisasi, maka hulunya adalah Pelanggan, yang diolah menjadi Pengetahuan Pelanggan sebagai Asset Digital, yang kemudian digunakan untuk dimanfaatkan mitra aplikasi untuk menjual produk ke targeted customer atau sisi hilir (hilirisasi).

Hanya dalam kenyataan banyak start up aplikasi mengandalkan gimmick, dengan membakar dana promosi, yang kebanyakan bersumber dari sumber dana dari penjualan saham ke masyarakat.

Penjualan saham dilakukan dengan memperlihatkan peningkatan pelanggan dan transaksi dalam aplikasi. Pertanyaan kemudian, ketika gimmick dihilangkan, apakah transaksi dan jumlah pelanggan akan tetap bertumbuh atau berjumlah tetap. Waktu membuktikan beberapa unicorn besar menurun harga sahamnya.

Baca Juga: Prabowo Subianto Ingin Wujudkan Cita-cita Jokowi Hilirisasi Semua Sektor

Masalah utama adalah kesulitan dalam berupaya mempertahankan pelanggan, sebagian tergerus karena persaingan. Ini adalah wujud Creative Distruction yang dilakukan pesaing.

Sebagai contoh dapat dilihat fenomena munculnya Tik Tok Shop. Disebut sebagi Social Commerce di mana interaksi inovasi dilakukan dengan memanfaatkan interaksi Social Media menjadi motor penggerak penjualan atau ecommerce.

Di sisi lain perkembangan sharring economic, menemukan untuk meningkatkan sustainability terlihat tersedianya ekosistem digital yang sudah memiliki pelanggan tetap didunia digital.

Baca Juga: Jokowi Dikadali, Glen Ario Sudarto Mafia Nikel Ditangkap, Siapa Lagi Berikutnya

Namun mereka belum memanfatkan pelanggan atau pengetahuan akan pelanggan untuk melakukan penjualan barang oleh mitra seperti yang dilakukan oleh start up. Hal ini masih sejalan dengan 4 industri, yang penulis anggap dapat melakukan Creative Distruction.

Waktu membuktikan, bahwa yang paling siap melakukan Creative Destruction adalah Perbankan. Hal ini dapat terlihat di Indonesia melalui Supper Apss BRIMO oleh BRO atau LiveIn oleh Mandiri. Sementara di dunia luar, hal yang serupa juga dilakukan di dunia telekomunikasi seperti Claro (Operator Telekomunikasi di Amerika Latin) atau Globe di Philippine.

Percepatan pengembangan di industri perbankan dan telekomunikasi semakin dipercepat dengan adanya dukungan inovasi teknologi, didukung oleh perusahaan ecommerce dunia, yang menjual aplikasi yang dimilikinya sebagai platform.

Baca Juga: Hilirisasi Nikel di Indonesia, Kemenperin: Multiplier Effect Mulai Terlihat

Penulis melihat perusahaan seperti Alibaba dan Tencent, yang semula membangun aplikasi untuk internal customer aplikasi mereka, sekarang juga menjual platform aplikasinya untuk dan dikembangkan digunakan oleh perbankan dan telekomunikasi seperti contoh di atas.

Halaman:
1
2
3
4
Sumber: Rinaldi Napitupulu

Berita Terkait