Kinerja Penurunan Kemiskinan di Jawa Tengah Sebagai Modal Ganjar Pranowo Menjadi Calon Presiden 2024
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Rabu, 20 September 2023 08:10 WIB
Dalam sistem pemerintahan Indonesia, seorang gubernur bukanlah seorang yang mempunyai otoritas tunggal untuk mengeksekusi semua visi dan misinya.
Bupati dan walikota bukanlah “anak buahnya,” padahal bupati dan walikota merupakan “penguasa wilayah” yang sesungguhnya karena sistem otonomi daerah yang berlaku memang menempatkan hak otonom pemerintahan berada di tingkat kabupaten/kota.
Terkait dengan hal itu, mengingat semua gubernur (kecuali DKI) berada dalam koridor regulasi yang sama secara nasional, maka kinerja seorang gubernur bersifat relatif antara satu dengan yang lainnya. Tentunya tidak ada wilayah provinsi yang kondisinya identik dengan wilayah lain.
Dalam hal ini, membandingkan kinerja GP dengan gubernur lainnya di Pulau Jawa merupakan sebuah proxy. Paparan tentang dinamika kemiskinan antarprovinsi dalam artikel ini menunjukkan bahwa upaya GP untuk mengatasi persoalan kemiskinan di Jateng sejalan dengan tren yang terjadi pada tingkat nasional dan daerah lain pada umumnya.
Hal ini tampak dari gap tingkat kemiskinan, antara Jateng dengan provinsi-provinsi lain di Jawa ataupun dengan nasional, yang antartahun makin mengecil menuju konvergensi.
Meskipun demikian, capaian ini bukan sebuah prestasi luar biasa. Pemerintahan GP pada tingkat tertentu diuntungkan dengan tingkat kemiskinan Jateng di awal periode yang relatif tinggi dibandingkan wilayah lain di Jawa, sehingga GP punya peluang lebih besar untuk menggenjot penurunannya dengan laju yang lebih cepat. Pemberian bantuan sosial dengan nilai tertentu sudah cukup untuk mendorong masyarakat melompati garis kemiskinan.
Hal ini berbeda dengan DKI Jakarta yang di awal periode tingkat kemiskinannya sudah cukup rendah. Dengan sedikitnya proposi masyarakat yang masuk kategori miskin, Pemerintah DKI Jakarta menghadapi tantangan dalam targeting untuk memastikan semua program pengentasan kemiskinannya tepat sasaran.
Selain itu, daerah dengan tingkat kemiskinan yang rendah umumnya menyisakan orang-orang yang berada pada kerak kemiskinan (hardcore poverty) sehingga sulit diatasi dengan program bantuan sosial saja.
Jika upaya pengentasan kemiskinan diibaratkan dengan perang, DKI tidak bisa melakukan serangan secara frontal dengan memberondong lawan.
Strategi ini mungkin akan efektif untuk pengentasan kemiskinan di Jateng tetapi tidak untuk DKI karena besar kemungkinan serangan tersebut akan salah sasaran. Sebaliknya, DKI memerlukan sniper: one bullet one target. Hal ini menjelaskan pelambatan laju penurunan kemiskinan di DKI Jakarta.