DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Agama Sebagai Produk Budaya Manusia: Review Pemikiran Denny JA tentang Agama Warisan Kultural

image

Oleh Dr. Luthfi Assyaukanie

ORBITINDONESIA.COM - Sejak ChatGPT diluncurkan oleh OpenAI beberapa bulan lalu, Google tiba-tiba menjadi terasa kuno dan ketinggalan zaman. Padahal, hingga pertengahan 2022 silam, sebelum ChatGPT dirilis, Google selalu dijadikan standar kemajuan, standar zaman yang paling canggih.

Istilah "Era Google" yang digunakan saudara Denny JA dalam beberapa tulisannya menunjukkan keistimewaan mesin pencari itu.

Tapi siapa sangka, era yang dianggap Denny JA sebagai standar kemajuan dan era yang membuat agama terasa kurang relevan sudah tak lagi relevan, atau paling tidak sedang menuju ke arah itu.

Lima atau sepuluh tahun dari sekarang, mungkin kita tak akan lagi mengenal Google. Seperti nasib beberapa produk teknologi lainnya, mesin pencari Google bakal ditinggalkan orang.

Bagaimana dengan agama? Apakah ia akan bernasib sama seperti Nokia, Blackberry, dan Kodak?

Tentu saja, agama masih hidup dan segar-bugar. Ia masih berada di sekeliling kita. Di negara-negara di mana manusia tak memiliki kepastian hidup, diselimuti kegundahan, dan ditekan penguasa otoriter, agama tumbuh subur.

Sebaliknya, di negara-negara di mana kebutuhan dasar manusia terpenuhi, ada kebebasan, dan pemimpinnya memerintah dengan adil dan demokratis, agama cenderung redup.

Itu bukan pendapat saya, tapi hasil penelitian puluhan tahun yang dilakukan Ronald F. Inglehart, seorang sarjana asal Amerika. Sejak 1980an, Inglehart bersama koleganya, Pippa Norris dan Christian Welzel, melakukan penelitian tentang perilaku agama di dunia.

Halaman:
1
2
3
4
5
6
7
8

Berita Terkait