DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Syaefudin Simon: Bilakah Umat Islam Mengubah Buih Menjadi Permadani?

image
Ilustrasi kondisi umat Islam saat ini.

Di pihak lain, tafsir atas teks-teks kitab suci yang sejalan (in line) dengan kehidupan natural dan kultural justru dipasung oleh para "mufassirin" yang mengatas-namakan agama. Akibatnya, agama memasung kebebasan dan kreativitas manusia.

Kondisi ini menjadikan manusia sebagai "korban" agama. Dengan kata lain, manusia adalah untuk agama. Bukan agama untuk manusia.

Padahal kita tahu, Nabi Muhammad diutus Allah untuk merahmati alam semesta (rahmatan lil’alamin).

Menurut Prof. Komarudin Hidayat, rahmat maknanya adalah cinta sejati. Seperti cintanya ibu kepada bayi yang bau dilahirkannya.

Baca Juga: Duh, Selama 2022 Polres Jember Catat Korban Meninggal Akibat Kecelakaan Sebanyak 309 Jiwa

Rahmat bermakna cinta yang tulus. Cinta tanpa reserve. Jadi hakikatnya Islam datang untuk menyintai kehidupan seluruh alam semesta. Tanpa reserve.

Lalu bagaimana faktanya dalam kehidupan umat Islam saat ini? Orang bernasib seperti Misha’al dan Khaled banyak sekali. Dan hukuman antikemanusiaan tersebut hingga kini tetap berlanjut sesuai tafsir mereka atas teks-teks kitab suci.

Tragisnya, ketidakadilan semacam itu muncul dalam berbagai aspek kehidupan. Dari hukum perkawinan, hukum waris, dan lain-lain.

Gus Dur -- seperti diceritakan Buya Syakur Yasin di channel YouTube dan tivi Wamimma -- menyatakan, beragama saat ini seperti menggenggam bara api.

Baca Juga: Inilah Profil Al Nassr, Klub yang Dibela Ronaldo

Halaman:
1
2
3
4
5
6

Berita Terkait