Syaefudin Simon: Bilakah Umat Islam Mengubah Buih Menjadi Permadani?
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Sabtu, 31 Desember 2022 13:23 WIB
Tafsir inilah yang kemudian mencuatkan paham macam-macam yang ekstrim, nihilis, termasuk radikalisme dan terorisme.
Di pihak lain, tafsir agama ini pula yang mematikan gairah kehidupan manusia terhadap hal-hal yang bersifat kultural dan natural.
Gegara nikah beda agama, misalnya, wanita diusir orang tuanya. Gegara hidup bersama antara pria dan wanita lajang, keduanya dikucilkan dan dianggap telah melakukan dosa besar yang tak termaafkan. Hukumannya dirajam.
Salah satu tindakan syar’i yang menggemparkan dunia adalah eksekusi mati terhadap Misha’al binti Fahd Al-Saud, putri keluarga Kerajaan Saudi Arabia dan kekasihnya Khaled al-Shaer Mulhallal, di tahun 1977.
Baca Juga: Meskipun PPKM Dihentikan, Inmendagri Mengatur Tetap Bermasker
Misha’al sudah dijodohkan oleh ayahnya, tapi si putri lebih memilih Khaled. Demi pilihannya, sang putri kabur dari istana.
Ketika kedua merpati ini tertangkap askar Kerajaan, Misha’al mengakui telah berzinah dengan Khalid. Padahal Kerajaan minta putri tidak mengakuinya agar terhindar dari hukuman mati.
Tapi Misha’al jujur -- tetap mengakui telah “make love” dengan Khaled. Eksekusi mati pun tak terhindarkan. Itulah hukum Islam. Merampas nyawa dan cinta demi hukum agama yang diyakininya.
Pihak Kerajaan tampaknya lupa, hingga hari ini konsep milkul yamin – budak pemuas nafsu seks bagi pemiliknya – masih berlaku di Saudi. Karena kitab suci Al-Quran tidak pernah melarangnya.