DECEMBER 9, 2022
Buku

Ketika Burung-burung Mengitari Kakbah

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Iman sejati bukan yang merasa telah menemukan semua jawaban, tetapi yang terus menggali, terus bersujud—bukan untuk menunjuk-nunjuk surga, tetapi untuk merenungkan kedalaman.

-000-

Membaca buku renungan Elza Peldi Taher ini mengingatkan saya pada satu karya besar, juga tentang perjalanan haji.

Baca Juga: Inilah Pengantar Buku Imam Qalyubi “Analisis Semiotik, Linguistik dan Intertekstualitas Terhadap 15 Puisi Esai Denny JA”

Pada tahun 1954, seorang Yahudi asal Austria bernama Leopold Weiss menulis karya klasiknya, The Road to Mecca. 

Setelah menjadi mualaf dan berganti nama menjadi Muhammad Asad, ia menunaikan haji dan mencatat transformasi eksistensialnya. 

Seperti Elza, ia juga menulis dari kegelisahan. Ia menolak Islam sebagai dogma mati. Ia ingin memeluknya sebagai perjalanan hidup.

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Berhadapan dengan Makam Nabi Muhammad SAW

Kesamaan keduanya adalah kejujuran spiritual. Asad bertolak dari pencarian intelektual, Elza dari pencarian emosional. 

Tetapi keduanya berpijak pada pertanyaan yang sama: “Siapa aku di hadapan Tuhan?” Keduanya menolak kepalsuan. 

Keduanya menemukan iman bukan di podium, tapi di padang gersang: entah Padang Arafah, atau padang batin yang hampa.

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Gunung Batu Berseni Itu, Al Ula Saksi Sejarah

Membaca Elza sama lezatnya dengan membaca Asad. Bedanya: Elza memakai bahasa  Indonesia modern, penuh nuansa relasi, rasa, dan pengalaman kultural khas Nusantara. 

Halaman:

Berita Terkait