Ketika Burung-burung Mengitari Kakbah
- Penulis : Krista Riyanto
- Minggu, 03 Agustus 2025 07:24 WIB

Ia adalah kesediaan untuk diam, untuk jujur pada luka, dan untuk pasrah kepada ketidaktahuan.
Inilah sebabnya mengapa gagasan ini penting. Kita hidup dalam era di mana agama kerap dikerdilkan menjadi label, ritual, atau kompetisi moral.
Kita saling menilai dari seberapa sering ke tanah suci, seberapa fasih bicara dalil.
Padahal, menurut buku ini, Tuhan bisa lebih dekat kepada seseorang yang duduk termenung dalam sunyi kamar, menyesali kesalahan, dibanding pada mereka yang berdoa keras di depan Kakbah tetapi tanpa rasa.
Haji yang sejati bukan tentang berjalan ke Tanah Suci, melainkan berani berjalan menuju ruang terdalam dari hati sendiri.
Di situlah tempat Tuhan yang menunggu dalam keheningan.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Berhadapan dengan Makam Nabi Muhammad SAW
-000-
Kedua: Ritual Tak Mengubah Apa-apa Jika Tak Membunuh Ego
Salah satu momen paling menggugah dalam buku ini ketika penulis menyaksikan lelaki tua buta yang thawaf dalam gelap.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Gunung Batu Berseni Itu, Al Ula Saksi Sejarah
Tak ada kesempurnaan gerakan, tak ada kefasihan bacaan, tetapi di wajah lelaki itu, penulis melihat cahaya: ketulusan.