
Minyak, Politik, dan Bisnis (12)
ORBITINDONESIA.COM - Di sebuah desa kecil bernama Rumuekpe, Delta Niger, Nigeria, anak-anak belajar di bangku kayu tua.
Atap seng sekolah itu berlubang-lubang, bukan karena waktu, melainkan karena hujan asam yang turun hampir setiap pekan.
Baca Juga: Sebulan Menuju Kemenangan Prabowo-Gibran Terbuka Lebar, Inilah Analisis Denny JA
Di belakang bangunan sekolah berdiri kilang minyak Shell, mengepul seperti cerobong neraka.
Seorang guru lokal, dengan suara parau karena infeksi saluran napas, berkata:
“Kami hidup di surga minyak, tapi neraka untuk manusia.”
Air sungai yang dulunya jernih kini hitam seperti tinta tua. Ikan tak lagi berenang. Tanah tak bisa ditanam.
Anak-anak tumbuh dengan ruam kulit, batuk kronis, dan mimpi yang dihancurkan sebelum sempat mekar.
Siapa yang sebenarnya membayar harga murahnya bensin yang kita nikmati di kota?
Baca Juga: Akankah Pilpres 2024 Berlangsung Satu Putaran? Inilah Analisis Denny JA
Pertanyaan ini menggantung seperti kabut di atas cerobong asap. Dan dari Rumuekpe hingga Kalimantan, dari Texas hingga Siberia, jawabannya bergema dalam bisu.