DECEMBER 9, 2022
Militer

Pengamat Politik Mayyasari: Pembentukan Batalyon Teritorial sebagai Strategi Pertahanan Non Tempur

image
Pengamat politik sekaligus Dosen Hubungan Sipil Militer Universitas Pertahanan, RAj Mayyasari Timoer Gondokusumo. (ANTARA/HO dok pribadi)

Peran aktif TNI dalam pembangunan nasional, menurut dia, tidak sedikitpun mempengaruhi fungsi utama TNI sebagai alat pertahanan negara, yang terbukti atas konsistensi TNI AD dalam mengamankan wilayah Papua terhadap serangan OPM, dan dibarengi dukungan TNI terhadap logistik dan kesehatan di sana, termasuk hadirnya batalyon infanteri penyangga daerah rawan Papua untuk membantu pemerintah dalam produksi pangan dan konstruksi.

Meski demikian, Mayyasari mengatakan sangat perlu dipahami tidak ada dominasi TNI AD atas pembentukan batalyon teritorial pembangunan, karena semua bersifat sinergis untuk percepatan pembangunan nasional atas ketahanan pangan dan swasembada pangan sebagai kebutuhan mendasar sebuah bangsa, tanpa menafikan matra laut dan udara.

Bahkan saat ini, kata dia, pemerintahan Prabowo Subianto melakukan penguatan seluruh matra termasuk laut dan udara untuk menghadapi dinamika geopolitik kawasan, menguatkan hak kemaritiman dan teritorial atas potensi permasalahan Natuna Utara, Laut China Selatan dan beberapa kawasan potensi konflik di wilayah Indonesia Timur.

Baca Juga: Relawan Batalyon-O Deklarasi Dukung Prabowo Subianto

"Walau Indonesia termasuk negara non-claimant atas permasalahan Laut China Selatan, Indonesia tetap menjaga kepentingan nasional bangsa, mengingat Laut China Selatan sebagai jalur perdagangan internasional yang strategis memiliki pengaruh besar terhadap stabilitas ekonomi dan keamanan nasional Indonesia," tuturnya.

Diketahui, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) tengah merancang pembentukan Batalyon Teritorial Pembangunan yang akan disebar di seluruh wilayah Indonesia, mencakup 514 kabupaten dan kota, sebagai upaya mendukung pembangunan nasional dan menjaga stabilitas.

Namun, rencana ini menuai kritik dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, yang terdiri dari berbagai organisasi di antaranya Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI, Amnesty International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALH ehI, SETARA Institute, dan Centra Initiative, yang menilai pembentukan batalyon dengan fungsi non-tempur telah keluar dari mandat utama TNI sebagai alat pertahanan negara, sesuai UU TNI.

Baca Juga: Satgas Batalyon Infanteri Marinir TNI AL di Yahukimo Bantu Tingkatkan Ekonomi Masyarakat Papua

Koalisi menyebut, di tengah kompleksitas ancaman modern, TNI justru perlu fokus memperkuat kemampuan tempurnya. Keterlibatan dalam kegiatan non-militer dikhawatirkan akan mengurangi fokus dan efektivitas TNI dalam menjalankan fungsi pertahanan.

Mereka juga menilai langkah ini mencerminkan kegagalan menjaga batas yang jelas antara ranah sipil dan militer. UU TNI dan UUD 1945, menurut mereka, dengan tegas tidak memberikan kewenangan kepada militer untuk terlibat dalam sektor pertanian, peternakan, maupun layanan kesehatan.***

Halaman:

Berita Terkait