DECEMBER 9, 2022
Nasional

Ketika Kepercayaan Publik kepada Kejaksaan Agung Melampaui KPK dan Polri

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Ungkapan “No Viral, No Justice” kini bukan sekadar sindiran, tapi kenyataan pahit yang kita hadapi. Penegakan hukum acapkali dinilai tak lagi bergerak karena asas keadilan murni, melainkan karena tekanan sorotan media sosial.

Jika sebuah kasus tidak trending di X (Twitter), tak viral di TikTok, atau tak dikomentari para influencer, maka besar kemungkinan akan diabaikan.

Fenomena ini tak sepenuhnya benar, tapi menelanjangi kelemahan institusi hukum dalam merespons jeritan sunyi rakyat.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Merekam Sejarah yang Luka Dalam Sastra

Namun di sisi lain, publik kini memiliki senjata: algoritma. Netizen bukan lagi sekadar penonton, tapi aktor kolektif dalam mendesak keadilan.

Tapi bahaya besar mengintai: jika hukum hanya bereaksi terhadap sensasi, bukan substansi, maka negara akan kehilangan ruhnya sebagai penjaga keadilan universal.

Ketika itu terjadi, keadilan bukan lagi hak warga, melainkan privilese mereka yang viral.

Baca Juga: In Memoriam Setyadarma Pelawi, Puisi Dari Denny JA: Kemana Perginya Para Aktivis

-000-

3. Prabowo Dianggap Kuat, Tapi Lembaga Hukumnya Belum Mengimbangi

Presiden Prabowo memulai pemerintahannya dengan angka kepuasan yang tinggi: karismanya kuat, narasi besar tentang kedaulatan nasional mendapat dukungan luas.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Minyak dan Takhta Zaman, Ketika Dunia Digerakkan Oleh Hitamnya Energi

Namun, legitimasi lembaga-lembaga penegak hukum justru tidak ikut menguat. Terjadi jurang antara simbol negara dan instrumen negara.

Halaman:

Berita Terkait