DECEMBER 9, 2022
Ekonomi Bisnis

Analis Lukman Leong: Rupiah Menguat Seiring Kekhawatiran Atas Kesehatan Fiskal AS

image
Petugas menjunjukkan uang pecahan dolar AS dan rupiah di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Kamis, 15 Mei 2025. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/bar

ORBITINDONESIA.COM - Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong menganggap penguatan nilai tukar (kurs) rupiah seiring kekhawatiran investor atas kesehatan fiskal Amerika Serikat (AS).

"Rupiah dan mata uang Asia pada umumnya menguat terhadap dolar AS yang di mana indeks dolar AS terpantau turun cukup besar pagi ini oleh kekhawatiran akan kesehatan fiskal AS," ujar Lukman Leong kepada ANTARA di Jakarta, Jumat, 23 Mei 2025.

Mengutip Xinhua, penurunan peringkat utang pemerintah AS dari Aaa menjadi Aa1 oleh Moody’s akan meningkatkan tekanan ekonomi AS yang tengah menghadapi risiko resesi di tengah peningkatan tarif dan ekspektasi inflasi.

Baca Juga: Duh, Perdagangan Saham dan Rupiah Melemah Senin Pagi

Moody's menjadikan utang pemerintah dan pembayaran bunga AS sebagai alasan penurunan peringkat tersebut.

Pemerintah dan Kongres AS dinilai gagal untuk membalikkan tren defisit fiskal tahunan yang besar dan kenaikan biaya bunga.

Moody's memprediksi defisit federal AS akan melebar hingga hampir 9 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2035, naik dari 6,4 persen pada 2024.

Baca Juga: Rupiah Melemah, Tapi Saham Menguat

Adapun beban utang Federal akan meningkat menjadi 134 persen dari PDB pada 2035, dibandingkan dengan 98 persen pada 2024.

Kekhawatiran atas kondisi fiskal itu semakin membuat prospek ekonomi jangka panjang negara tersebut menjadi kabur.

Federal Reserve Bank of Philadelphia mengungkapkan prospek ekonomi AS tampak lebih suram sekarang dibandingkan tiga bulan lalu.

Baca Juga: Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra: Rupiah Melemah Dipengaruhi Respons Negatif Atas Tarif Resiprokal AS

Menurut 36 forecasters yang disurvei oleh bank tersebut, mereka memperkirakan ekonomi AS akan tumbuh pada tingkat 1,4 persen pada 2025, turun tajam dari perkiraan pertumbuhan 2,4 persen sebelum perang dagang berkobar.

Halaman:

Berita Terkait