DECEMBER 9, 2022
Kolom

Meneguhkan Peran Media Dalam Menyuarakan Isu Kawasan

image
Majalah ARMORY REBORN, yang selalu mengangkat isu strategis global, pertahanan, dan geopolitik kawasan (Foto: Istimewa)

ORBITINDONESIA.COM - Dalam dunia yang ditandai oleh ketidakpastian, polarisasi informasi, dan meningkatnya ketegangan geopolitik, jurnalisme tidak lagi hanya berperan sebagai penyampai kabar.

Ia menjadi medan pertarungan gagasan, arena etik, dan bahkan dalam banyak kasus, satu-satunya ruang publik yang masih berani merawat kebenaran.

Di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara, yang tengah bergerak cepat menuju integrasi ekonomi namun sekaligus rapuh oleh retakan politik dan lingkungan, peran media bukan sekadar penting, ia menentukan arah sejarah.

Baca Juga: Vale Indonesia Perkuat Kolaborasi Media untuk Pertambangan Berkelanjutan dan Transisi Energi Hijau

Maka penyelenggaraan East Asia Media Caucus (EAMC) oleh Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) tidak datang begitu saja. Ia muncul dari kesadaran yang mendalam bahwa media, bila dibekali dengan pengetahuan dan jejaring lintas disiplin, dapat menjadi fondasi moral dan intelektual kawasan ini.

Di tengah era digital yang kerap menukar kedalaman dengan kecepatan, dan menggantikan verifikasi dengan viralitas, EAMC menawarkan sesuatu yang justru langka yakni ruang untuk berpikir, menyimak, dan menyelami kompleksitas zaman.

Pertemuan ini tidak hanya mempertemukan jurnalis dan pakar. Ia mempertemukan dua dunia yang sering terpisah, dunia narasi dan dunia kebijakan.

Baca Juga: India Undang Pelaku Media Indonesia Ikut Serta Konferensi WAVES 2025 di Mumbai, Mei Mendatang

Chief Operating Officer ERIA Toru Furuichi mengatakan, peran jurnalis sangat penting dalam membantu masyarakat memahami isu-isu kompleks dan menjembatani komunikasi antara publik dan pembuat kebijakan.

Ketika dunia yang bekerja dengan bahasa manusia disatukan dalam forum seperti ini bersama dunia yang sibuk dengan rumus, strategi, dan data,  lahirlah kemungkinan baru yaitu informasi yang bukan hanya faktual, tapi juga transformatif; bukan hanya benar, tetapi juga bermakna.

Pembahasan isu Myanmar misalnya, bukan semata-mata soal instabilitas politik atau kekerasan militer. Ia juga tentang bagaimana krisis satu negara dapat menjalar secara sistemik ke negara-negara lain melalui migrasi, perdagangan, jaringan sosial, hingga narasi publik yang membentuk persepsi regional.

Baca Juga: Wartawan Media Online Asal Palu Sulawesi Tengah Ditemukan Meninggal di Kamar Hotel D’Paragon Jakarta Barat

Ketika jurnalis memahami itu tidak sebagai berita satu hari, tapi sebagai fenomena yang berlapis dan penuh implikasi, maka mereka mulai menulis bukan hanya untuk mengejar eksklusivitas, tetapi untuk menciptakan kesadaran kolektif.

Halaman:

Berita Terkait