Pengamat: SE Pelarangan yang Hanya Bidik Sampah Air Minum Kemasan Ukuran Kecil Perlu Kajian Lebih Luas
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Senin, 21 April 2025 19:04 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Surat Edaran (SE) Pemprov Bali yang ujug-ujug melarang produksi dan distribusi air minum kemasan plastik sekali pakai, seperti gelas dan botol plastik ukuran di bawah satu liter, perlu dilakukan terlebih dulu kajian awalnya sebelum kebijakan tersebut dibuat.
Hal ini untuk mencegah terjadinya kontroversi di masyarakat yang akhirnya membuat kebijakan itu menjadi tidak efektif saat diterapkan.
Hal itu disampaikan Dr. Drs. I Nyoman Subanda, akademisi dan pengamat kebijakan publik dari Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar, Bali baru-baru ini.
Baca Juga: Andika Perkasa Benarkan Perwira PASPAMPRES Diduga Perkosa Prajurit Wanita KOSTRAD, Terancam Dipecat
“Saya setuju dengan gagasan Gubernur Bali I Wayan Koster untuk mengurangi sampah plastik sekali pakai di Bali. Cuma permasalahannya, kebijakan itu kan perlu dikaji lebih jauh lagi apakah sampah yang seperti kemasan air minum ukuran kecil itu yang memang benar-benar paling berat atau malah ada sampah plastik lainnya seperti kresek dan sachet,” ujarnya.
Jadi, menurut Dosen Tetap Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Undiknas Denpasar ini, permasalahannya itu perlu dikaji lagi lebih jauh. Karena, menurutnya, dalam membuat sebuah kebijakan itu tidak boleh dilakukan secara terburu-buru.
Kemudian, lanjutnya, sebuah kebijakan itu bisa terimplementasi secara efektif apabila ada sumber daya dan sumber dana yang mendukung. “Yang lain adalah adanya komunikasi yang didahului dengan komunikasi awal yang kita sebut dengan sosialisasi,” tuturnya.
Baca Juga: Gubernur Wayan Koster: Pelaku Usaha di Bali Bisa Dicabut Izin Jika Tak Kelola Sampah
Selain itu, katanya, di dalam kebijakan itu juga harus ada semacam kelayakan dan struktur birokrasi yang linier. Artinya, birokrasi provinsi harus juga didukung kabupaten/kota sampai dengan desa. “Kebijakan provinsi itu tidak akan efektif jika tidak didukung aparat desa atau dusun daerahnya,” tuturnya.
SE Gubernur Koster yang meniadakan air minum kemasan di bawah satu liter itu masih memunculkan beban baru bagi masyarakat adat ketika melaksanakan kegiatan adat yang melibatkan warga banjar. Karena, baik dari kegiatan di Pura, Pitra Yadnya atau manusia Yadnya, semua membutuhkan air kemasan plastik sekali pakai ukuran kecil dalam jumlah besar.
Karena, keberadaan air kemasan ukuran kecil itu dianggap sangat simple saat menjalankan kegiatan adat di Bali. “Itu artinya, kebijakan Pemprov masih belum linier dengan masyarakat desa,” ungkapnya.
Baca Juga: Kemenperin Segera Panggil Gubernur Koster Bahas Pelarangan Air Minum Dalam Kemasan di Bawah 1 Liter
Kemudian, kata Subanda, Pemprov Bali juga harus memiliki sumber dana yang cukup saat menjalankan kebijakannya itu. Tujuannya, sebagai dana kompensasi yang harus dibayarkan kepada pihak-pihak yang dirugikan oleh kebijakan tersebut.