DECEMBER 9, 2022
Ekonomi Bisnis

Kemenperin Segera Panggil Gubernur Koster Bahas Pelarangan Air Minum Dalam Kemasan di Bawah 1 Liter

image
Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza (Foto: ANTARA)

ORBITINDONESIA.COM - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan segera memanggil Gubernur Bali, I Wayan Koster dan semua industri yang memproduksi air minum dalam kemasan (AMDK) plastik sekali pakai yang ada di Bali untuk membahas secara bersama terkait Surat Edaran (SE) pelarangan produksi air minum dalam kemasan di bawah 1 liter. 

Hal itu disampaikan Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza baru-baru ini. Menurutnya, sebelum memutuskan kebijakannya, apalagi yang berdampak terhadap pertumbuhan industri, Pemprov Bali sebaiknya berkoordinasi dengan pemerintah pusat terlebih dulu. “Sebaiknya berkoordinasi dulu dengan pemerintah pusat sebelum menjadi keputusan,” katanya. 

Karenanya, kata Faisol, Kemenperin akan mengundang Pemprov Bali dan semua industri air minum dalam kemasan yang ada di Bali untuk membicarakan masalah ini. “Kita bicarakan dulu dan kasih kesempatan pelaku usaha merespon, untuk mencari jalan keluar bersama-sama. Kita akan jadwalkan mengundang semua minggu depan,” ujarnya. 

Baca Juga: Praktisi Industri Plastik Ini Pastikan Galon Polikarbonat Aman Digunakan untuk AMDK

Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Haryo Soekarno (BHS) mengkritisi Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 yang melarang pengusaha memproduksi air minum dalam kemasan di bawah 1 liter.

Menurutnya, selain mematikan industri AMDK, pelarangan itu juga akan berdampak terhadap keberlangsungan industri kreatif yang memanfaatkan kemasan-kemasan plastik tersebut serta kehidupan para pemulung yang ada di sana.

Jika alasannya karena faktor lingkungan, Bambang menuturkan bahwa sampah di Bali itu yang terbesar adalah sampah organik yang banyaknya mencapai 70 persen dari sampah yang ada di Bali. Sedangkan sampah anorganik itu hanya 28 persen. “Jadi, kita harus tahu terlebih dahulu, justru sampah yang organik di Bali itu jauh lebih besar dibanding sampah anorganik,” ujarnya. 

Baca Juga: Tak Ada Kaitannya dengan AMDK Galon Polikarbonat, Dokter Ini Ungkap Penyebab Kanker Sebenarnya

Apalagi, lanjutnya, dari 28 persen sampah anorganik itu, untuk botol plastik dan kemasan plastik itu hanya sekitar 16 persennya. “Kalau sampah plastiknya itu hanya 16 persen dari sampah anorganiknya, botol AMDK yang kemasan di bawah 1 liter itu jumlahnya juga nggak sampai lima persen,” katanya. 

Jadi, menurutnya, sebenarnya permasalahan jumlah sampah anorganik dari kemasan AMDK di bawah 1 liter yang hanya 5 persen jumlahnya dari sampah anorganik itu, harusnya bisa dikendalikan dengan melakukan pemilahan sampah pada saat pembuangan.

“Jadi, bukan malah melakukan pelarangan. Ini tugas dari Pemprov Bali untuk bisa membuat kotak sampah yang cukup di fasilitas publik dengan memilah-milah antara sampah anorganik seperti plastik yang bisa didaur ulang dan tidak, serta sampah organik,” tukasnya.

Baca Juga: GAPMMI, Adhi S. Lukman: AMDK Sebaiknya Dikecualikan Dalam Aturan Pelarangan Truk Sumbu 3 Saat Nataru

Karenanya, dia mengatakan tidak setuju dengan adanya pelarangan Pemprov Bali yang justru akan mematikan industri AMDK yang ada di sana.

Halaman:

Berita Terkait