Pengantar Buku Riset Internasional LSI Denny JA: Menentukan Kemajuan Negara Melalui Indeks Tata Kelola Pemerintahan
- Penulis : Arseto
- Kamis, 17 April 2025 08:20 WIB

Di balik angka 54,575 yang tertera anggun di layar presentasi, bersembunyi paradoks yang menyayat: desa-desa di Nusa Tenggara yang gelap gulita, atap sekolah yang runtuh di Papua, atau prosedur birokrasi yang perlahan memadamkan nyala mimpi.
Estonia bisa saja jadi mercusuar reformasi, namun kita tak bisa menjiplak jalan yang tumbuh dari sejarah dan kultur yang berbeda.
Indonesia harus menggali jalannya sendiri, dengan keberanian membongkar akar lama yang membatu. Ini sebuah warisan Orde Baru, di mana kekuasaan dan modal kerap berbisik mesra di lorong-lorong yang tak terdengar.
Baca Juga: Inilah Pengantar dari Denny JA Untuk Buku Culture and Politics in Sumatra and Beyond
Dalam konteks ini, GGI tak boleh hanya menjadi cermin bening yang memantulkan wajah. Ia harus berubah menjadi pisau bedah: tajam, teliti, dan berani.
Ini untuk mengangkat tumor-tumor korupsi yang bersarang dalam sistem, yang membuat Alif terus berlari di pagi buta, sementara dana pendidikan menguap dalam senyap ke saku yang tak pantas.
Perbaikan tata kelola pemerintahan juga bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata. Keberhasilan reformasi membutuhkan peran aktif masyarakat sipil, sektor swasta, dan semua elemen bangsa untuk bersinergi secara berkelanjutan.
Partisipasi publik yang kritis dan konstruktif, inovasi dari dunia usaha, serta pengawasan transparan dari media dan lembaga independen akan memperkuat fondasi tata kelola yang baik.
Hanya dengan kolaborasi yang solid, Indonesia dapat mengatasi tantangan struktural dan mewujudkan pemerintahan yang benar-benar hadir untuk seluruh rakyatnya.
Indonesia memiliki peluang untuk berpindah dari kuadran IV ke kuadran III, dengan meningkatkan kualitas tata kelola meskipun pendapatan masih terbatas. Ini berarti Indonesia harus:
1. Mereformasi birokrasi secara mendalam.