DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: 100 Tahun Ahmadiyah, Bendera Merah Putih di Tempat Pengungsian

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Ketiga, karena ketakutan pada yang berbeda. Diskriminasi lahir dari rasa ancaman yang tak selalu nyata. Dan agama, sering dijadikan alasan untuk membenarkan ketakutan itu.

Seratus tahun sudah Ahmadiyah hadir di bumi Nusantara. Dari Yogjakarta, Batavia sampai ke pelosok Sumatra, Kalimantan, sampai Lombok.

Mereka mendirikan sekolah. Membuka layanan kesehatan gratis. Menyalurkan bantuan saat bencana. Ketika Tsunami Aceh melanda, Ahmadiyah termasuk yang pertama hadir membantu.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Janji Kampanye Donald Trump yang Menyulitkan Pemerintahan Baru

Mereka mendirikan Humanity First, lembaga global kemanusiaan. Mereka aktif menyumbang darah. Membantu para lansia. Dan semuanya dilakukan tanpa membedakan: yang dibantu bisa Muslim, Kristen, Hindu, atau yang tak beragama sekalipun.

-000-

Yang paling menggetarkan dari komunitas ini bukan hanya ketabahannya, tapi juga kesetiaannya untuk tidak membalas kekerasan dengan kekerasan.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Indonesia Perlu Belajar Dari United Emirat Arab, Dari Gurun Pasir ke Pusat Dunia

Mengapa?

Karena mereka memegang erat satu ajaran utama: “Love for All, Hatred for None.” (1)

Cinta untuk semua. Kebencian untuk tak seorang pun. Itu bukan sekadar slogan. Itu dijalankan dalam diam, dalam kesabaran yang radikal.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Indonesia Belajar Dari Korea Selatan, Dari Puing-puing Perang Menuju Cahaya Peradaban

Mereka percaya bahwa kekerasan tak pernah memperbaiki, hanya memperpanjang luka. Mereka percaya bahwa sejarah akan memihak kebenaran. 

Halaman:

Berita Terkait