DECEMBER 9, 2022
Kolom

Rahman Arge dan Pesan di Balik Kisah Peluru Nyasar

image
Rusdin Tompo, Koordinator SATUPENA Sulsel dan Pegiat Literasi (Foto: Koleksi pribadi)

Ia sendiri pernah menuliskannya dalam buku “Permainan Kekuasaan” (2008). Tulisnya, “Umur Anda, mungkin tinggal hari ini. Maka anggaplah umur Anda tinggal hari ini, atau seakan-akan Anda dilahirkan hari ini, dan akan mati hari ini juga. Dengan begitu, hidup Anda tak akan tercabik-cabik di antara gumpalan keresahan, kesedihan, dan duka masa lalu dengan bayangan masa depan yang penuh ketidakpastian dan acapkali menakutkan.” 

Lalu ia berpesan, “La Tahzan: Penjarakan Kesedihanmu!”

Bagi saya, mereka yang siap menghadapi kematian adalah orang-orang yang telah melaksanakan peran kekhalifahan di muka bumi. Sebagai seniman, budayawan, wartawan, penulis dan sederet lakon lain yang sudah dijalaninya, Rahman Arge telah berbuat, telah paripurna menunaikan tugasnya sebagai manusia pembelajar. 

Baca Juga: SATUPENA Akan Diskusikan Brain Rot dan Ragam Dampak Negatif Era Digital bagi Anak

Dalam pandangan Andrias Harefa (2000), sebagai manusia pembelajar, manusia dilahirkan dengan tiga tugas pokok, yakni: Pertama, menjadi manusia pembelajar yang belajar terus-menerus di “sekolah besar” kehidupan nyata untuk semakin memanusiawikan dirinya; Kedua, menjadi pemimpin sejati dengan cara mengambil prakarsa dan menerima  tanggung jawab untuk menciptakan masa depan bagi dirinya, lingkungannya, perusahaan atau organisasi di mana ia bekerja; Ketiga, bertumbuh menjadi guru bagi bangsawan, bagi bangsa-bangsa, dan bagi umat manusia di “sekolah besar” kehidupan.

Dan hari-hari ke depan, kita akan belajar dan terus belajar kehidupan dari warisan karya yang ditinggalkan pemeran film di “Udjung Badik” dan “Sanrego” itu. 

Pemikiran-pemikiran kita dijiwai, spirit kita disemangati oleh ide-ide berkaki—meminjam istilah Soedjatmoko—yang terus bergerak maju, berevolusi, berimprovisasi, berkreasi, berinovasi. Kita leluasa menemuinya, kapan saja, di mana saja, karena ia sudah membuat “kuburan” lewat bukunya. Kali ini, saya meminjam istilah sejawatnya, Ishak Ngeljaratan. 

Baca Juga: Diskusi SATUPENA, Satrio Arismunandar: Brain Rot Bikin Anak dan Siswa Sulit Konsentrasi Dalam Waktu Lama

Lewat tulisan-tulisan yang sudah dibukukan itu, kita menziarahi pemikiran-pemikirannya yang bernas, segar, kritis, menggelitik. Itulah yang membuat kita teramat sangat selalu merindu padanya, setelah ia berpulang ke rumah-Nya, di pagi 10 Agustus 2015.

Jiwaku dari suatu negeri
Di sana Di sana juga kumau berakhir

(Rumi)

*Rusdin Tompo, Koordinator SATUPENA Sulsel dan Pegiat Literasi. ***

Baca Juga: SATUPENA SERIBUCINTA Akan Semarakkan Kamis Malam dengan Baca Puisi Cinta, Peserta Bisa Partisipasi

Halaman:

Berita Terkait