
Tak menunggu lama, Soebardjo mempertemukan Tan Malaka dengan tokoh-tokoh lain seperti Iwa Koesoema Soemantri, Gatot Taroenamihardjo, dan Boentaran Martoatmodjo.
Pada akhirnya, tibalah perjumpaan dengan Soekarno. Ia sendiri telah mendengar desas-desus kehadiran Tan Malaka di Jakarta.
Ia menugaskan sekretarisnya, Sajoeti Melik, untuk mencari tahu.
Pertemuan dengan Tan Malaka berlangsung 9 September 1945, hanya satu hari setelah idulfitri, di rumah dokter pribadi Soekarno, R Soeharto.
Beberapa hari sebelumnya, Soekarno minta Soeharto menyediakan satu kamar untuk tamunya.
“Bung Karno tidak menyebutkan nama tamunya. Dan yang tidak kurang pentingnya: selama berlangsung pembicaraan antara Bung Karno dan tamu itu, seluruh rumah saya di Jalan Kramat Raya harus digelapkan. Pokoknya pertemuan itu harus dirahasiakan,” tutur Soeharto dalam memoarnya, Saksi Sejarah (1984).
Sang tamu datang menjelang waktu isya dan mengaku bernama Abdulrajak dari Kalimantan. Soeharto lalu menuntunnya dalam kegelapan menuju kamar pertemuan.
Soeharto tak bisa mendengar obrolan selama dua jam itu. Tapi, Sajoeti Melik bisa. Dalam pembicaraan itu, kata Sajoeti, Tan Malaka yang lebih aktif bicara, sementara Soekarno lebih banyak menyimak.
Salah satu pernyataan Tan Malaka adalah desakan agar pemerintah Republik dipindah ke pedalaman.
Baca Juga: Partai Murba Berusia 76 Tahun, Pjs Sekjen Ben Ibratama Tanur Sebar Undangan
Sebab, Belanda akan segera kembali ke Indonesia menyusul Sekutu dan Jakarta menjadi arena pertempuran.