Resensi Buku Karya Teguh Santosa: Meniti Buih Reunifikasi Korea
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Senin, 24 Februari 2025 15:00 WIB

Oleh Moh. Samsul Arifin*
Teguh Santosa. Reunifikasi Korea: Game Theory. Penerbit: Booknesia, Januari 2025. Tebal: xix + 314 halaman
ORBITINDONESIA.COM - Ini cerita tentang dua negara (state) yang diikat sejarah yang kental sebagai satu bangsa (nation), namun harus terpisah. Sebagai bangsa, Korea Utara dan Korea Selatan terhubung dalam ribuan tahun "kebersamaan" yang berpuncak pada Kerajaan Joseon atau Choson tahun 1393 dengan Kaisar pertama, Yi Seong-gye atau Jenderal Taejo. Kerajaan ini berpusat di Kaesong, yang kini masuk wilayah Korea Utara.
Baca Juga: Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un Serukan Peningkatan Kekuatan Nuklir Tanpa Batas
Dalam sejarah konflik dua Korea, Kaesong sempat menjadi harapan untuk memupuk penyatuan kembali atau reunifikasi tatkala daerah ini menjadi zona industri yang menampung 125 perusahaan dari Korea Selatan serta mempekerjakan 55 ribu warga Korea Utara.
Belakangan, zona industri Kaesong ditutup akibat ketegangan dua Korea yang berujung keputusan Korea Utara membatalkan perjanjian peningkatan kerja sama ekonomi dengan Korea Selatan. Ini seolah menjadi gambaran kecil tentang nasib reunifikasi Semenanjung Korea yang suram.
Meski terikat sebagai satu bangsa, ikhtiar dua Korea untuk bersatu dalam payung satu negara mendaki rute terjal. Menjadi negara-bangsa (nation state) seperti yang diungkap Benedict Anderson dalam "Imagined Community" ternyata penuh kerikil tajam, bahkan menuju jalan buntu.
Negara tetangga, yakni Jepang, telah menduduki Semenanjung Korea sejak awal abad 20. Jadi, warga Korea punya perasaan senasib sebagai bangsa terjajah, diinjak-injak oleh imperialis serta dilucuti identitas budayanya oleh Jepang.
Sejarah Korea berubah setelah Jepang takluk pada Sekutu pada Agustus 1945. Perang Dunia Kedua pun berakhir. Tapi, alih-alih bersatu, bangsa yang menghuni Semenanjung Korea malah tercerai-berai. Satu bagian atau wilayah di Selatan mendirikan Republik Korea atau Korea Selatan. Sedangkan satu bagian atau wilayah di Utara mendeklarasikan Republik Rakyat Demokratik Korea (RRDK) atau Korea Utara.
Satu bangsa ini terbelah menjadi dua negara pada tahun 1948, cuma berbeda bulan, dan tampak sebagai aksi-reaksi antara Selatan dan Utara. Bahkan, kedua negara sempat berperang antara 1950 sampai 1953. Selepas itu dua Korea lalu dipisahkan oleh garis paralel di 38 derajat Lintang Utara yang terletak di Panmunjom. Sebuah garis pemisah yang lalu menjadi zona demiliterisasi (Demilitarized Zone).
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol Resmi Didakwa dengan Tuduhan Pemberontakan
Korea Selatan di tangan pendirinya, Presiden Syngman Rhee, berkiblat pada Amerika Serikat dan memilih demokrasi sebagai sistem politik mereka. Rhee ini lahir di Pongchon, 26 Maret 1875, sebuah wilayah yang kini masuk Korut. Dia mengalami masa Dinasti Joseon, antikomunis, antiasing dan otoriter.